Prof.Dr.Faisal Abdullah, S.H.,M.Si., DFM Luncurkan Buku (3-Habis) : Demokrasi Bagi Kaum Realis

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

HARTONO Tasir Irwanto, S.H., M.H. membagi dua pembahasannya mengenai buku ini. Secara format dan secara substansi. Secara format, mungkin hanya beberapa tambahan, misalnya pada bab I ada yang luput dari penyuntingan, misalnya masih ada kata ‘pidato’ yang sebenarnya bisa ditekstualisasi menjadi “tulisan”.

Hartono mengutip pendapat salah seorang ahli mengatakan bahwa demokrasi untuk kaum yang realis. Demokrasi kaum realis itu adalah kita tidak bisa berharap banyak terhadap mekanisme demokrasi kita saat ini jika sumber daya manusia kita masih rendah. Sehingga, jangan heran kalau penghitungan seperti yang disinggung Endang Sari sebelumnya, memiliki implikasi seperti itu (curang).

Dalam “the neo trias politica” karena trias politica itu sendiri sudah “old” karena ditulis pada tahun 1880-an. Untuk mengoreksi John Locke dan Montesquei, Anthony Giddens menyatukan saja trias politica (yang membagi tiga kekuasaan) itu dengan organisasi pemerintahan sebagai poros kekuasaan yang pertama. Poros kekuasaan yang kedua adalah pasar (market), bagaimana pasar itu dikendalikan oleh beberapa orang saja. Dengan ‘gentel’-nya salah satu tim dari pasangan calon tertentu mengatakan bahwa sepertiga perekonomian Indonesia dikuasai oleh mereka yang mendukung pasang calon tertentu itu. Poros kekuasaan yang ketiga adalah “civil society”.

“Momen bagi kita sebagai poros kekuasaan ketiga untuk membedah apa yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan kita saat ini, khususnya mengenai hak angket,” kata Hartono Tasir Irwanto.
Poin kedua adalah berkaitan dengan jenis-jenis pengawasan. Menurut Hartono Tasir Irwanto, di dalam buku Faisal Abdullah ini dibagi ke dalam lima jenis pengawasan. Yang pertama adalah pengawasan politik, yakni seperti halnya dengan hak angket yang digagas saat ini. Bagaimana eksekutif itu menjadi terimbang terhadap kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan yang dilakukannya.
Kedua, adalah pengawasan media. Media harus mengawasi jalannya pemerintahan.

Baca juga :  Menjelang Pilkada Serentak, Polisi RW Polres Pelabuhan Makassar Ajak Masyarakat Gunakan Hak Pilih

Tetapi jika kita membaca salah satu disertasi yang dibukukan seorang penulis, yang menyebutkan bahwa media di Indonesia itu dikuasai oleh delapan taipan korporasi media. Bagaimana satu media itu justru berkoordinasi dengan partai-partai tertentu.

Ketiga adalah pengawasan hukum yang lebih jelas pada implikasi pemakzulan.
Keempat pengawasan oleh “civil society” yang dilakukan saat ini dan pengawasan elektoral.

“Sempat disinggung Prof.Faisal Abdullah dan Ibu Endang Sari tentang dugaan malteknis sirekap,” ujar Hartono Tasir Irwanto yang mengaku sedang menyusun buku “Hukum Tata Negara Siber”.
Di dalam buku yang sedang disusunnya itu, dia mengatakan, bagaimana ketatanegaraan kita ketika berkolaborasi dengan apa yang disebut sebagai legal hukum atau “legal tech”. Misalnya yang terjadi pada sirekap, kalau di dalam buku “five for privacy” ini disebut sebagai bias algoritma.

Hartono Tasir Irwanto menyebutkan, bias algoritma adalah upaya yang disengaja melakukan penyimpangan terhadap pengodean sebuah sistem. Misalnya kalau kita lihat di beberapa media, di sirekap itu tiba-tiba ada penggelembungan suara untuk partai tertentu dan penghambatan untuk pasangan calon tertentu. Ini merupakan bias algoritma yang sejak dikodekan sudah dibuat algoritmanya secara menyimpang.

Dia mengatakan, bagaimana teknologi itu dipertemukan dengan demokrasi dapat menghasilkan suatu yang lebih partisipatif lagi yang kemudian kita sebut dengan “block chain” (tingkat keamanan data) yang sekarang sudah digunakan dalam “financial technology” (fintech).

Hak angket sebagaimana tertuang di dalam buku Faisal Abdullah dkk, pertama dilakukan oleh Parlemen Inggris terhadap pemerintahan “monarchi”. Jadi, terhadap monarhi saja Inggris dapat melakukan penyelidikan, apalagi terhadap sistem demokrasi. Di dalam buku “The Five Guidance of Impeachment” disebutkan dalam sejarah Amerika, hampir seluruh Presiden menerima hak angket. Ada tiga Presiden AS yang implikasi hukumnya adalah “impeachment”, bahkan menurut catatan Zainal Arifin Muchtar, ada istilah perilaku yang tercela. Misalnya memata-matai lawan partai, itulah yang dilakukan Presiden AS Richard Nixon. (Nixon kemudian dimakzulkan, tetapi tidak berjalan karena Nixon mengundurkan diri).

Baca juga :  Piala Dunia Gemilang, Korsel Dampingi Portugal yang Dikalahkan ke 16 Besar

Implikasi hukum hak angket, kata Hartono Tasir Irwanto, ujungnya ditolak atau diterima. Ketika ditolak, dia tidak bisa diusulkan kembali jika harus dengan pertimbangan politik yang matang. Hak angket adalah pengawasan politik, impeachment (pemakzulan) adalah pengawasan hukum. Ketika diterima, ujungnya bisa dua. Bisa dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat dan bisa juga dilimpahkan ke Mahkamah Konstitusi untuk pengawasan lebih lanjut, dalam hal ini untuk memakzulkan presiden. Ini sah secara hukum dan bukan merupakan makar karena sudah dijelaskan dalam UUD 1945. (MDA).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Perombakan Besar di Lingkup Pemkot Makassar: 46 Pejabat Resmi Dilantik

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin dan Aliyah Mustika Ilham (Appi-Aliyah), resmi...

Kasdam XIV/Hasanuddin Resmi Buka Latihan Pencak Silat Militer, 260 Prajurit Ditempa Jadi Kader Tangguh

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Suasana di Markas Yonif 700/Wira Yudha Cakti pagi itu terasa berbeda. Tepat pada Senin (16/06/2025),...

7 Tahun Menjabat, Ir. Muhammad Ashar Mendadak Mundur Tanpa Alasan Jelas, Ada Apa di Dinas Pertanian Wajo?

PEDOMANRAKYAT, WAJO - Kejutan datang dari lingkup Pemerintahan Kabupaten Wajo, Ir. Muhammad Ashar tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatannya...

Irwan Hamid Apresiasi Langkah BBWS PJ Normalisasikan Kantong Lumpur Bendungan Benteng

PEDOMANRAKYAT, PINRANG — Langkah nyata dan tanggap yang dilakukan jajaran Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang dalam...