Namun, jangan pernah putus harapan! Itulah sebuah nasihat yang selalu saya pegang selama ini. Betul juga, suatu hari saya mendapat undangan ke Italia, tepatnya ke Milan dan Roma, antara 11 hingga 21 April 2013. Saat itulah terbuka peluang mengunjungi Palermo.
Sesampai di Roma, saya baru sadar bahwa Duta Besar Indonesia yang sedang bertugas di sana adalah sahabat saya, almarhum August Parengkuan yang juga wartawan harian Kompas. Beliau dan saya pernah berada dalam satu tim kerja sebagai anggota Tim Ombudsman Koran Kompas pada 2004-2009.
Begitu bertemu Pak August di Roma, beliau meminta saya agar menginap di Wisma Duta, tempat kediaman beliau dan keluarga. Di sanalah kami berbincang tentang banyak hal, termasuk keinginan saya untuk berkunjung ke Palermo.
Beliau mulanya heran mengapa saya sangat ingin ke Palermo, Sisilia. Meskipun wilayah Sisilia berada dalam wilayah kerjanya, tapi beliau belum pernah berkunjung ke sana dan bahkan tidak mendapatkan informasi terkait Islam di wilayah tersebut. Beliau juga hanya mengetahui bahwa Sisilia selama ini lebih terkenal sebagai pusat mafia dengan peristiwa-peristiwa kriminal yang sadis.
Namun, setelah saya jelaskan bahwa meskipun terkenal sebagai pusat mafia, Palermo adalah bekas pusat peradaban Islam abad pertengahan, barulah beliau mengerti dan sangat mendukung upaya saya ke sana. Untuk itu, beliau segera menugaskan stafnya mencari informasi terkait organisasi keislaman yang dapat dihubungi untuk membantu selama berada di sana nanti.
Ternyata pihak Kedutaan Besar RI menaruh harapan yang besar dari kunjungan saya ke Palermo karena itu juga akan membawa manfaat bagi tugas-tugas diplomasi ke depan. Hal itu mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk Islam terbesar yang semestinya punya hubungan kebudayaan dengan Palermo sebagai bekas pusat peradaban Islam.
Wah, gayung bersambut. Usaha pencarian informasi tak sia-sia. Staf kedutaan berhasil mendapatkan kontak dan alamat organisasi Islam di Palermo yang bertanggung jawab bagi pemeliharaan bangunan bersejarah peninggalan Islam abad pertengahan.
Tak hanya itu, organisasi Islam di sana sangat gembira mendengar rencana kunjungan kami ke sana karena menurut mereka ini kunjungan pertama dari kelompok Islam Indonesia. Selama ini mereka punya hubungan dengan berbagai komunitas Islam, kecuali dengan komunitas Islam di Indonesia.
Demikianlah saya berangkat ke sana ditemani dua perempuan staf kedutaan. Kami menginap dua malam di sana sehingga cukup waktu untuk berkeliling kota Palermo dan sekitarnya. Kami memanfaatkan waktu seefektif mungkin bertemu dengan para pimpinan lembaga-lembaga keislaman dan tokoh-tokoh cendekiawan Muslim di Universitas Palermo serta beberapa ulama ternama.
Kami juga mengunjungi beberapa gedung bersejarah yang dahulunya merupakan masjid. Sungguh ini merupakan karunia Tuhan yang sangat saya syukuri, yakni mengunjungi kota Palermo yang sering saya dengar namanya dalam perkuliahan Prof. Harun Nasution (Bersambung).