PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR -- Yayasan Jaringan Advokasi Pembangunan Politik Indonesia (JAPPI) melaksanakan kegiatan Fokus Group Diskusi (FGD) dirangkaikan dengan buka puasa bersama dengan Pengurus dan Aktifis LSM yang konsen di bidang Pembangunan Politik, yang dilangsungkan di Sekretariat Yayasan JAPPI (07/04/2024).
Ketua Yayasan JAPPI, Alfian Abdullah menyatakan, kegiatan diskusi ini merupakan kegiatan berkala yang dilakukan dengan mengangkat tema-tema perkembangan politik di Sulsel dan nasional. Selain itu, juga menjadi sarana untuk bersilaturrahmi.
Kegiatan yang mengusung tema 'Budaya Politik dan Politik Budaya' ini, difasilitasi oleh Dewan Pembina JAPPI, Dr. H. Ajiep Padindang, SE, MM.
"Ini menjadi momentum kita semua untuk memberikan masukan dan menyalurkan aspirasi dalam melihat budaya politik kita saat ini, sehingga bisa menjadi bahan untuk dibahas ditingkat DPD RI terkait pembangunan politik di Indonesia," urai Alfian Abdullah.
Saat kegiatan berlangsung, dalam pengantarnya, Dr. Ajiep Padindang, SE, MM, menyatakan, sistem politik di Indonesia yang kini tengah berjalan, perlu mendapat perhatian serius dan menjadi bahan kajian.
"Diketahui bersama, pada Pemilu di Bulan Februari 2024 kemarin, fenomena rusaknya tata nilai dalam budaya politik kita, ditandai dengan transaksional politik yang massif dan nyata terjadi di depan mata kita. Sehingga banyak pakar dan politisi menyatakan bahwa Pemilu 2024 merupakan Pemilu paling brutal sepanjang sejarah Indonesia sebagai bangsa. Maka, tak salah bila kita harus mengambil posisi untuk melakukan upaya-upaya pembenahan ke arah yang lebih baik sesuai dengan semangat konstitusi kita yang menganut demokrasi Pancasila," terangnya.
Ajiep juga mengatakan, Yayasan JAPPI kini sedang melakukan kajian tentang perilaku politik masyarakat pada pemilu 2024 dan akan menyusun buku Budaya Politik dan Politik Budaya yang akan diterbitkan pada awal Bulan Mei 2024 mendatang.
"Tentunya ini menjadi salah satu langkah strategis bagi JAPPI untuk memposisikan diri dan terlibat aktif dalam pembangunan politik dengan menyajikan alternatif literasi politik bagi masyarakat, khususnya dalam.menyongsong Pilkada Serentak November 2024 mendatang, sekaligus menjadi bahan bagi kami selaku Anggota DPD RI untuk dibahas pada rapat-rapat Anggota DPD RI yang terkait dengan hal tersebut," imbuh Ajiep Padindang.
Saat sesi diskusi, terdapat berbagai tanggapan dan masukan yang cukup alot dari peserta. Seperti yang diuraikan dosen Universitas Indonesia Timur Dr. Abdul Talib Mustafa, MSi, menanyakan Indonesia telah kehilangan bentuk demokrasinya. Dimana, kulturnya sangat rentan terhadap rasionalitas.
"Seluruh nilai-nilai budaya, agama dan tatanan bernegara seakan hilang dalam alam demokrasi seperti pada pemilu 2024 kemarin, dan yang tersisa hanya semangat nasionalisme kebangsaan," terangnya.
Dr. Ismail Rasulong yang merupakan Dosen Unismuh Makassar menyatakan, masyarakat Indonesia adalah masyarakat agraris, sehingga cara berpikir dan bertindaknya cenderung pragmatis dan banyak mempengaruhi perilaku politik mereka saat Pemilu maupun Pilkada.
"Kita ini mahluk ekonomi, jadi perilakunya ditentukan oleh kebutuhan ekonomi. Sehingga Oligarki memanfaatkan perilaku politik masyarakat yg pragmatis. Di sisi lain, elit Partai Politik juga telah kehilangan idealisme politiknya. Untuk itu, literasi politik menjadi salah satu alternatif untuk memberikan pemahaman politik pada masyarakat dan tidak terlalu berharap besar pada upaya pendidikan politik yang dilakukan oleh Partai Politik dan Pemerintah," jelasnya.
Senada disampaikan Dr. Sudirman lM. MSi, yang menyebutkan, pengalaman politik Pemilu 2024 kemarin, telah memberikan gambaran bahwa teori-teori tentang psikologi politik masyarakat menjadi tidak berlaku. Demikian pula sosiologi, sehingga yang sangat mendominasi adalah materialisme politik.
Andi Amir Hamsah, SH, MH menyatakan, demokrasi yang ada saat ini cenderung tanpa bentuk, yang justru memunculkan politik dinasti baru. Kebodohan dan kemiskinan, seakan dipelihara utk kepentingan permainan elit politik, dan teori-teori kepemimpinan seokah sudah bergeser.
Sejarawan Sulsel, Idwar Anwar menegaskan, Pemilu 2024 lebih brutal dari pemilu-pemilu sebelumnya. Di sini, masyarakat cenderung hanya menjadi objek politik oleh para pelaku politik. Untuk itu, harus ditemukan formula yang efektif untuk meredam pola transaksi politik dalam event-event politik di Indonesia. (rk)