“Beruntung sekolah yang ditunjuk menjadi PSP. Karena hanya beberapa sekolah saja yang mendapat keperceyaan dari banyak peminat,” kata Harisman.
Kepala sekolah penggerak itu menurut Harisman, berat. Karena itu jangan sia-siakan karena dianggap mampu menjadi agen perubahan.
“Dengan Sekolah Penggerak mampu menjadi katalis daerah lain dan menjadi sekolah rujukan atau pengimbas bagi sekolah lain,” kata Kabag BBGP Sulsel itu.
Dia melanjutkan, “Gurunya ditargetkan jadi pendamping program sekolah penggerak berikutnya.”
Dikatakan, pemerintah tidak main asal tunjuk sekolah berfasilitas baik menjadi sekolah penggerak, tetapi melihat kemampuan kepala sekolahnya menjadi Sekolah Penggerak.
Harisman menguraikan, topik yang dibahas adalah filosofi Ki Hajar Dewantara yakni, Semua orang adalah guru. Artinya bisa menjadi nara sumber.
Filosofi berikutnya, semua tempat adaalah sumber belajar. Tempat pembelajaran bukan hanya sekolah.
Sementara itu Dr Ayatollah Hidayat MPd mewakili BBGP Sulawesi Selatan pada lokakarya di Wajo menyampaikan, tujuan sekolah yang dicita-citakan adalah peserta didik yang memiliki kompetensi dan karakter Profil Pelajar Pancasila.
“Kepala sekolah hendaknya menjadi pemimpin pembelajaran yang memberdayakan untuk mewujudkan hal tersebut,” katanya.
Ayatollah Hidayat yang menjabat sebagai pengelola peningkatan kompetensi PTK di BBGP Sulsel mengatakan, sekolah hendaknya bersungguh- sungguh memperbaiki rapor pendidikan yang menjadi salah satu indikator keberhasilan sekolah.
Setelah kegiatan pembukaan, peserta lokakarya bergeser ke kelas untuk mendapatkan pendalaman mengenai kepemimpinan sekolah yang didampingi tiga fasilitator.
Mereke adalah: dosen UNM Dr Nurhikmah Msi dan dua akademisi dari Universitas Cokroaminoto Kota Palopo masing-masing Rahmawati Upa dan Rio Fabrika Pasandaran. ***