Prof.Dr.Suhufi Abdullah, M.Ag : Dalam Konteks Keilmuan, Gejala ‘Post-Truth’ Bisa Jadi Ancaman

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMAN RAKYAT, MAKASSAR — Fenomena ‘post truth’ menimbulkan polarisasi kelompok beragama, debat kusir antara perilaku keberagamaan yang cenderung hanya mengandalkan pembentukan narasi dalam berkomentar dan mengabaikan ‘nash-nash’ (suatu lafaz menunjukkan hukum dengan jelas yang diambil menurut alur pembicaraan) yang dapat menjadi dasar dan rujukan dalam fikih.

“Kondisi inilah yang menuntut adanya kontekstualisasi fikih. Kontekstualisasi dalam tulisan ini menawarkan dua bentuk: Penguatan ijtihad tațbiqīy dalam bentuk,” demikian Prof.Dr.Suhufi Abdullah, M.Ag. Dalam orasi penerimaan jabatan guru besar dalam, Bidang Perbandingan Mazhab UIN Alauddin Makassar, 28 Mei 2024.

Dalam orasi pengukuhan jabatan guru besar yang berlangsung dalam Senat Luar Biasa UIN Alauddin yang dipimpin Prof.Dr.Hamdan Juhanis, M.A., Prof. Suhufi Abdullah menyampaikan orasi berjudul “Fenomena ‘Post Truth’ dan Upaya Kontekstualisasi Fiqih Islam”.

Menurut anak pasangan Drs.H.Abdullah-Hj St.Nadrah BA ini, salah satu gejala sosial masyarakat saat ini adalah adanya fenomena ‘post-truth’, yaitu sebuah kondisi saat masyarakat lebih cenderung dipengaruhi oleh informasi-informasi yang ‘viral’ dibandingkan fakta-fakta dan etika-etika dalam berpendapat serta cenderung menyepakati hal-hal yang lebih dekat dengan keyakinan pribadinya.

“Fenomena ‘post-truth’ ini bermula dari semakin populernya penggunaan media sosial oleh masyarakat yang menjadikan akses masyarakat terhadap informasi semakin mudah dan cepat,” ujar Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin kelahiran Pangkep 18 November 1974 tersebut. .

Prof.Suhufi Abdullah menyebutkan, Gobber mengartikan post-truth sebagai keadaan ketika fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk debat politik atau opini publik dibandingkan menarik emosi dan keyakinan personal. ‘Post-truth’ merupakan suatu gejala ketika “fakta-fakta alternatif” telah menggantikan fakta aktual, pada tataran berikutnya mengakibatkan perasaan memiliki bobot lebih tinggi dari bukti-bukti.

“Walhasil, masyarakat ‘post-truth’ cenderung mengabaikan metode berpikir dialektis-dialogis yang sistematis-filosofis, dan seakan lebih tertarik pada berita atau informasi yang menarik emosinya atau konten informasi yang dekat secara personal dengan mereka, tanpa mempertimbangkan validitas informasi tersebut yang biasanya merupakan informasi yang tidak bersumber pada kerangka keilmuan yang benar, hoax (palsu) atau bahkan merupakan fitnah,” ujar lulusan S-2 UIN Alauddin (2000) tersebut.

1
2TAMPILKAN SEMUA
Baca juga :  Forum Solidaritas Hakim Indonesia Gelar Demonstrasi Tuntut Kesejahteraan Hakim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Peringati Harlah ke 91 Tahun, GP Ansor Pinrang Gelar Zikir dan Yasinan

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Meski berlangsung sederhana, kegiatan Zikir, Yasinan dan Diskusi dalam rangka memperingati hari lahir Gerakan Pemuda Ansor...

GAN Dukung Koperasi Merah Putih untuk Kemandirian Pangan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

PEDOMAN RAKYAT - JAKARTA. Garuda Asta Cita Nusantara (GAN) menunjukkan komitmennya dalam mendukung program Koperasi Merah Putih yang...

DPD ARUN dan PSMTI Bersinergi Mengawal Asta Cita Presiden Prabowo

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) Sulawesi Selatan melakukan pertemuan dengan...

Kesempatan Kuliah Gratis di Jepang dengan Beasiswa Monbukagakusho 2026: Pendaftaran Hingga 13 Mei 2025

PEDOMANRAKYAT - Bagi lulusan SMA, SMK, MA, atau sederajat yang bercita-cita melanjutkan pendidikan tinggi di Jepang, Beasiswa Monbukagakusho...