Catatan M.Dahlan Abubakar
KAMIS (20/6/2024) siang ini, Whatsapp Grup Dosen Unhas merilis berita duka. “Inna lillahi wainnaa ilaihi raaji'uu”n. Turut berduka yang mendalam atas berpulangnya ke Rahmatullah Bapak H. Masri Pulubuhu Bin Armain (Ayahanda dari Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A), Insyaa Allah almarhum diterima segala amal ibadahnya, diampuni segala khilafnya, diterangi kuburnya, dan mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT”.
Setelah membaca berita duka tersebut, saya langsung men-japri Prof.Dwia untuk menyampaikan ikut berduka cita atas kepergian almarhum disertai tambahan kalimat ” saya memiliki kenangan bersama almarhum”.
Saya kemudian mencoba bertualang di dunia maya untuk menemukan biodata beliau. Saya tidak temukan, karena ketika Pak Masri Pulubuhu menjabat Pemimpin Wilayah (Pimwil) Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Makassar pada awal tahun 1980-an, belum dikenal adanya internet yang memungkinkan rekam jejak kegiatan dan data beliau bisa ditemukan pada rekam digitalnya saat ini.
Pintu masuk saya mengenal beliau adalah organisasi olahraga Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI) Sulawesi Selatan yang pada saat ini dipimpin oleh Kapolda Sulawesi Selatan dan Tenggara secara ex-officio. Di dalam kepengurusan tersebut Pak Masri Pulubuhu ditempatkan sebagai pengurus inti, yang kalau tidak salah adalah Bendahara Umum PBVSI Sulsel. Pada saat itu kerja sama tiga badan usaha milik negara (BUMN), BRI, Pertamina, dan Depot Logistik (kini Badan Usaha Logistik --Bulog) cukup akrab.
Di dalam kepengurusan ini, saya ditempatkan sebagai Bidang Humas dan Dokumentasi. Saya ditarik ke bidang ini sesuai dengan bidang kegiatan saya sebagai wartawan harian “Pedoman Rakyat”. Yang berjasa menggaet saya adalah almarhum H.Abdul Kadir Zakaria Buloto, yang biasa kami sapa Pak Kabul. Posisi saya ini memungkinkan saya harus selalu berada dan hadir dalam setiap kegiatan PBVSI. Pak Kabul adalah Sekretaris Umum PBVSI Sulsel legendaris dan dari Kapolda ke Kapolda tidak tergantikan. Beliau dikenal sangat telaten dalam urusan administrasi organisasi, sehingga dari tahun ke tahun PBVSI Sulsel selalu terpilih sebagai organisasi olahraga terbaik dalam menata administrasi. Hanya saja kurang diikuti oleh prestasi terbaik ketika itu.
Kebetulan setiap rapat, selalu diadakan pada malam hari, yakni di kediaman Pimpinan Wilayah BRI Makassar, yang saat itu dijabat Pak Masri Pulubuhu. Kediaman beliau ini berada di Jl.D.Ratulangi, di sebelah selatan Kantor Bank Sulselbar saat ini. Cukup berdekatan dengan kantor harian “Pedoman Rakyat” tempat saya bekerja. Berita kegiatan dan hasil rapat segera saya buat malam itu juga dan keesokan pagi sudah dibaca publik.
Seperti biasa, sebagai seorang wartawan, apalagi saat itu wartawan tidak “se-semut” sekarang ini, mudah sekali berkenalan dengan para pejabat. Apalagi media masih sangat terbatas dan “Pedoman Rakyat” masih merajai panggung informasi Sulawesi Selatan.
Rapat di kediaman beliau ini tidak hanya satu-dua kali, tetapi berkali-kali. Apalagi ketika itu, agenda kejuaraan bola voli di Sulsel sangat semarak, sehingga pengurus juga selalu harus siaga satu untuk menjadi pelaksana kegiatan. Dan, yang paling pasti, di bidang pemberitaan, Pak Kabul selalu menempatkan saya sebagai ujung tombak bersama teman-teman yang lain.
Ketika Pak Masri Pulubuhu pindah tugas ke Jakarta dan digantikan oleh Pak Ahmad Amam, posisi saya tetap bertahan. Rapat PBVSI Sulsel pun masih kerap dilaksanakan di kediaman pejabat Pimwil BRI Sulsel.
Tatkala berlangsung PON XI Tahun 1985, saya sebagai wartawan “Pedoman Rakyat” ikut meliput. Pak Kabul sebagai Panitia PON Sulsel pun ikut. Pada suatu malam, kami beberapa orang wartawan bersama Pak Kabul jalan-jalan ke kediaman Pak Masri untuk bersilaturahim, sekalian mengobati rasa rindu setelah berpisah beberapa waktu sebelumnya. Pak Masri memang berpesan jika mengikuti PON XI jangan lupa menyambanginya.
Kalau tidak salah, beliau waktu itu tinggal di sekitar Cipinan, Jakarta Timurg. Saya juga tidak hafal jalan apa. Soalnya, penunjuk jalan ada pada Pak Kabul dan pengemudi taksi. Kami wartawan Sulsel yang seluruhnya wartawan olahraga, hanya ikut saja. Saat itu kontingen Sulawesi Selatan berhasil meraih peringkat cukup membanggakan, VI, dengan perolehan medali 20 emas, 32 perak dan 40 perunggu.
Bertemu di Suksesi
Sejak peristiwa 1985 itu, saya putus komunikasi dengan Pak Masri. Lagipula, Pak Kabul sudah meninggal dunia setelah beberapa tahun bersama saya di Pengurus KONI Sulsel dan terakhir bersama-sama mengikuti PON XVII/2008 di Kalimantan Timur.
Pada tanggal 17 Januari 2014, berlangsung pemilihan Rektor Universitas Hasanuddin yang terakhir dilakukan oleh Senat Unhas di Baruga Andi Pangerang Petta Rani Kampus Tamalanrea. Prof.Dwia sebagai salah seorang kandidat yang masuk tiga besar (bersama Andi Wardihan Sinrang, alm.,) dan Irawan Yusuf, juga hadir. Melihat Prof.Dwia didampingi seorang pria yang sudah berusia lanjut, saya menyambanginya dan meyakini itu adalah ayah Prof.Dwia, Pak Masri Pulubuhu, nama yang selalu lengket dalam ingatan masa lalu saya di urusan bola voli.
“Saya dulu sering rapat Bola Voli di kediaman Bapak, ketika menjabat Pimpinan Wilayah BRI Makassar,” kata saya sembari menjabat tangannya dan menjelaskan asal media tempat saya bekerja.
“Oh…ya…, bersama Pak kadir Buloto,” kata beliau sembari tersenyum dan cepat sekali beliau mengingat padahal peristiwa itu sudah berlangsung 30 tahun silam.
“Apa harapan Bapak dengan majunya Prof.Dwia dalam kontestasi rektor Unhas ini?,” naluri wartawan saya yang tetap terjaga mengusiknya dengan satu pertanyaan.
“Saya bermohon petunjuk Allah swt saja karena Dia-lah yang akan menentukan semua yang terbaik,” jawab Pak Masri sembari tersenyum kecil.
Beliau setelah memasuki masa purnabakti agaknya lebih banyak mendekatkan diri pada Allah swt. Ini terlihat dari gestur yang melekat pada dirinya.
Ternyata, doa yang dipanjatkan seorang ayah itu terbukti. Dalam pemilihan Rektor Unhas pengganti Prof.Dr.dr.Idrus A.Paturusi, dari total 442 suara yang diperebutkan, Prof.Dwia meraih 241 suara, Andi Wardihan 128 suara, dan Irawan Yusuf 71 suara. Dan putrinya yang dilahirkan di Tanjung Karang 18 April 1964 tersebut dilantik sebagai Rektor Universitas Hasanuddin tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-50, tanggal 18 April 2014 yang berlanjut hingga 18 April 2022 digantikan oleh Prof.Dr.Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. ,produk pemilihan melalui Majelis Wali Amanah (MWA) yang juga memilih Prof.Dwia pada periode terakhir kerektorannya.
Saya tidak ingat lagi, kapan terakhir kali saya bertemu setelah 17 Januari 2014 itu. Oh, iya, pada saat pelantikan Prof.Dwia sebagai Rektor Unhas di Jakarta dan saya yang meskipun tidak lagi menjabat sebagai Kepala Humas Unhas, Prof.Dwia undang hadir.
Selamat jalan pria ramah dan murah senyum, semoga ALlah swt menerima segala amal ibadahnya Amin. (*).