PEDOMAN RAKYAT- BONTOSUNGGU. Jeneponto yang “dianaktirikan” oleh alam lantaran panas dengan tanah yang cenderung tandus, ternyata menyimpan “harta karun” yang luar biasa banyaknya. Melimpah, namun sayang tidak termanfaatkan dengan baik.
Memiliki luas wilayah 74.979 Ha, sepertiga atau kurang lebih 21.128 Ha tanah Jeneponto mengandung Batu Gamping (Limestone). Menyebar di empat kecamatan: Bangkala Barat, Bangkala, Tamalatea, dan Binamu, dengan memanfaatkan potensi alam ini saja Jeneponto bisa menjadi kabupaten terdepan di Sulawesi bahkan Indonesia Timur.
MANFAAT BATU GAMPING
Batu gamping memiliki keragaman penggunaan karena kuat, padat dengan sejumlah pori. Sifat fisik ini menjadikannya penstabil pondasi jalan raya. Jika bereaksi dengan air menjadikannya gypsum yang kuat terhadap tekanan dan beban. Sangat cocok untuk pembangunan insfrastruktur jalan raya di Jeneponto.
Manfaat lainnya masih banyak: Bahan utama pembuatan semen Portland, batu bata, ubin, batu pondasi, beton aspal dan bahan bangunan. Bahan pembuatan kaca dan keramik. Menetralisir keasaman tanah, serta manufaktur kertas, plastik, pasta gigi, dan pembuatan cat.
KEKAYAAN JENEPONTO
Wilayah seluas 21.128 Ha itu berpotensi mengandung batu gamping sebanyak 15 miliar kubik. Jika harga batu gamping khusus untuk bangunan sebesar Rp 50.000 per m3, dan untuk bahan semen berharga Rp70.000 per m3, maka kekayaan Jeneponto “hanya” dari batu gamping saja mampu mencapai Rp 900 triliun hingga Rp 1.200 triliun. Yaa sedahsyat itu!
Taruhlah tidak usah seluas itu. Seperlimanya saja, maka Jeneponto bisa meraup kekayaan kurang lebih Rp 240 triliun. Bahkan jika pun seperduapuluhnya, jumlahnya masih fantastis yakni Rp 60 triliun. Kekayaan dari sektor pertambangan ini saja, Jeneponto sudah bisa melakukan banyak pembangunan lainnya, terutama menyudahi keluhan dan kekecewaan masyarakat terhadap kerusakan jalanan yang nyaris 20 tahun lamanya tak tersentuh perbaikan apalagi pembuatan jalanan baru antar desa dan dusun.
Panjang jalan di Jeneponto mencapai 1.175 Km. Jalan nasional 60,8 km, provinsi 40,9 km, dan jalan kabupaten 829,59 Km. Selebihnya adalah jalan nonstatus sepanjang 91,25 Km (terdiri dari jalan desa dan komplek ibu kota desa). Sejak tahun 2013 tercatat 89 persen jalanan rusak di Jeneponto, dan didominasi rusak parah. (Data Dinas PU Jeneponto, 2016).
JALAN DESA GAYA EROPA
Di negara-negara Eropa, batu gamping sering dijadikan bahan membuat jalanan. Sering disebut cobblestone; batu bulat yang terbuat dari batu alami yang kuat. Di Jeneponto batu gamping melimpah, pemakaian cobblestone untuk jalan-jalan di desa sangat bisa dilakukan.
Cobblestone berbeda dengan paving block yang dibuat oleh manusia (campuran semen, pasir, air dan agregat). Cobblestone dengan berbagai ukuran banyak digunakan di kota-kota besar Perancis, Jerman, Italia, Spanyol dan negara Eropa lainnya.
Mengapa Cobblestone banyak digunakan? Selain lebih kuat dari aspal, air hujan dapat meresap untuk menyimpan air tanah. Cobblestone (stone paving) juga bernilai estetik, otentik dan sangat menarik. Kokoh, tidak mudah rusak oleh perubahan cuaca (dingin, air, dan panas) juga tekanan; sehingga usianya bisa bertahan hingga ratusan tahun.
Sebagai urat nadi perekonomian, jalan di Jeneponto, khususnya jalan di setiap ibukota kecamatan dan jalan-jalan penghubung antar desa dan dusun di pelosok sudah harus bagus, kokoh dan mulus, lengkap dengan trotoar yang rapi dan cantik. Desa atau dusun di Jeneponto dengan model jalanan gaya Eropa, kenapa tidak?
Olehnya itu calon bupati Jeneponto Maysir Yulanwar dalam program kerjanya di sektor pertambangan akan mendirikan Badan Usaha Milik Daerah yang (sementara) diberinya nama TURATEA LIMESTONE. Badan usaha ini khusus menangani dan mengelola hasil tambang Batu Gamping (Limestone) untuk perbaikan dan pembuatan jalanan baru, pembangunan infrastruktur (bangunan dan jembatan) dan hasil olahan lainnya.
Tujuan BUMD ini tentu saja untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan penyediaan pelayanan masyarakat secara maksimal. Selain itu BUMD ini hadir untuk mencegah terjadinya penambangan liar dan meminimalisir dampak negatif yang bisa terjadi. Khusus pencegahan dampak negatif, BUMD TURATEA LIMESTONE akan menggunakan konsep ekonomi sirkular: prinsip pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam.
"Jeneponto daerah kaya, sangat tidak pantas tertinggal apalagi berstatus termiskin. Mohon dukungannya," seru Maysir optimis. [ab]