Prof.Dr.Ahmad Thib Raya, MA Di Bima, Tiap Desa Miliki Kebanggaan

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA — Guru Besar UIN Jakarta Prof.Dr.Ahmad Thib Raya, M.A. berpendapat, setiap kelompok masyarakat atau desa di Bima pasti membanggakan diri dan memiliki kebanggan mereka sendiri. Kebanggaan tersebut dapat ditilik dari pantun yang hidup dalam masyarakat Bima.

“Di dalam kehidupannya, setiap kelompok suku, kelompok bangsa pasti menunjukkan dirinya hebat, tidak mau kalah dengan yang lainnya. Karena itu, setiap kelompok harus membanggakan kelompoknya.

Kebanggaan kelompok-kelompok itu menjadi sangat harmonis jika mereka tetap berada dalam satu prinsip yang sama, yaitu persatuan dan kesatuan dalam bingkai silaturrahim. Bingkai inilah yang menyatukan mereka,” ujar Maha Guru UIN Jakarta kelahiran Bima 21 April 1955 tersebut pada acara Silaturahim Masyarakat Bima Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), di Aula Universitas Trilogi, Kalibatan Jakarta, Ahad (3-/6/2024).

Dalam kaitan dengan uraiannya itu, Prof. Thib, demikian putra ulama besar Bima K.H.Muhammad Hasan, B.A. ini akrab disapa, mengutip satu rangkaian pantun Bima. Setiap kelompok masyarakat dari setiap desa di Kabupaten Bima pasti membanggakan diri mereka, seperti yang tergambar dalam pantun ((dalam ‘nggahi Mbojo’, Bahasa Bima) .

“Wati waumu karada dou Parado”. (Tidak ada yang bisa mengalahkan orang Parado).
“Wati waumu sapa dou Sape”. (Tidak ada yang bisa melangkahi orang Sape).
“Wati waumu wura dou Wera”. (Tidak ada yang bisa menangkap orang Wera)
“Wati waumu kancara dou Ncera”. (Tidak ada yang bisa menyalahkan orang Ncera).
“Wati waumu kabua dou Rasabou”. (Tidak ada yang bisa mengurus orang Rasabou).
“Wati waumu kangala dou Ngali”. (Tidak ada yang bisa memisahkan orang Ngali).
“Wati waumu kadengga dou Donggo”. (Tidak yang bisa menghentikan orang Donggo).

“Wati waumu cengga dou Cenggu”. (Tidak ada yang bisa memisahkan orang Cenggu).
“Wati waumu kambora dou Sambori”. (Tidak ada yang bisa menghilangkan orang Sambori)
“Wati waumu senggo dou Sangga”. (Tidak ada yang bisa menyaingi orang Sanggar)
“Wati waumu tantang dou Tente”. (Tidak ada yang bisa menantang orang Tente).
“Wati waumu adu tenggo lao dou Tangga” (Tidak bisa adu kuat dengan orang Tangga”).

Baca juga :  Danny Pomanto Serahkan Laporan Hasil Rakerwil IKA Unhas

“Itulah kebanggaan dan kehebatan yang mereka tunjukkan kepada masyarakat di desa lain yang ada di Bima,”ujar Prof. Thiob.

Akan tetapi dengan prinsip kesatuan, persatuan, dan silaturahim, kebanggaan itu menjadi harmonis dengan pandangan dan prinsip hidup yang sama, seperti yang digambarkan di dalam pantun berikut:
“Kasabua si ade, na kasamaku edana”. (Kalau kita satukan hati, kita sama-sama melihatnya).

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Perubahan AKSI PKA XV: Dari Proyek ke Proses, Dari Gagasan ke Dampak

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Pameran Perubahan AKSI Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan XV tahun 2025 resmi digelar, Selasa (01/7/2025)...

Kapolres Stephanus Luckyto : Tanpa Kepercayaan dan Kerjasama Masyarakat, Polri Tidak Berarti

PEDOMANRAKYAT, TORAJA UTARA - Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-79 di Polres Toraja Utara Polda Sulsel...

Harga Beras di Pasaran Kabupaten Polewali Mandar Mengalami Kenaikan Signifikan

PEDOMANRAKYAT, POLMAN - Harga beras di pasaran Kabupaten Polewali Mandar (Polman) mengalami kenaikan signifikan, bahkan melampaui Harga Eceran...

PGRI Polman Periode 2025-2030 Resmi Dinahkodai Arifin Yambas

PEDOMANRAKYAT, POLMAN - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Polewali Mandar (Polman) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), beberapa hari...