5. Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000 (lima ribu rupiah).
Dari hasil putusan tersebut, JPU tidak menerima putusan hakim dan melakukan banding terhadap putusan yang dijatuhkan kepada terpidana Nurlaelah.
Di tempat terpisah, keluarga H. Mappa dan pengurus LSM Inakor Sulsel selaku kuasa pendamping menghargai putusan majelis hakim dengan menyatakan Sekdes Nagauleng, Nurlela terbukti bersalah melakukan pemalsuan cap jempol.
Asri, salah satu anggota keluarga korban menyatakan, perjuangan mereka selama sembilan tahun akhirnya membuahkan hasil dengan membuktikan di depan pengadilan bahwa Nurlela Sekdes Nagauleng adalah pelaku pemalsuan cap jempol penerimaan sertifikat prona.
“Apa yang diperjuangkan selama selama 9 tahun lamanya, sudah terbukti secara sah dan menyakinkan bahwa Nurlela (Sekdes Nagauleng) melakukan pemalsuan cap jempol sertifikat prona milik H. Mappa,” ujar Asri.
Sementara itu, Asywar, S.ST, SH, selaku Tim Advokasi Hukum dan HAM LSM Inakor Sulsel juga menyambut baik putusan ini. Perjuangan keluarga H. Mappa selama sembilan tahun menemukan titik terang.
“Tabir pemalsuan cap jempol dan penggelapan sertifikat prona akhirnya jelas benderang siapa pelakunya sesuai fakta-fakta persidangan,” tutur Asywar.
Ia menambahkan, apapun keputusan hakim dalam tingkat pertama adalah keputusan yang harus dihargai sambil menunggu putusan tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Makassar.
“Kami selaku pendamping korban menghargai putusan tingkat pertama sambil menunggu putusan tingkat banding serta mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam proses ini. Bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum sekecil apapun harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan tidak ada namannya kembal hukum,” tutupnya. (*)