PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) melalui Wakil Kepala Kejati, Teuku Rahman, dan Asisten Tindak Pidana Umum, Rizal Syah Nyaman, melakukan ekspose pengajuan Restorative Justice (RJ) pada Rabu (30/11/2024) di Aula Lantai 2 Kejati Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo Km. 4, No. 244.
Empat perkara yang diusulkan untuk diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif ini berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Palopo, Takalar, dan Tana Toraja. Seluruh proses ekspose juga melibatkan jajaran Kejari yang berpartisipasi secara daring melalui aplikasi Zoom.
Teuku Rahman menyampaikan, pendekatan Restorative Justice memungkinkan terciptanya harmoni dan rekonsiliasi antara pihak-pihak yang terlibat, sekaligus menuntut pertanggungjawaban pelaku kejahatan.
"Keadilan restoratif menjadi solusi dengan mengutamakan kepentingan korban dan memberikan kesempatan bagi kedua pihak untuk berdamai," ujar Teuku Rahman.
Menurutnya, maaf dari korban menjadi faktor kunci dalam penyelesaian perkara melalui RJ, dengan tetap mempertimbangkan kondisi pelaku.
Rincian Perkara yang Diajukan untuk Restorative Justice :
1. Kejari Palopo
Kasus ini melibatkan tersangka Muh Arfah Mukmin (28) yang didakwa melakukan pengrusakan properti, melanggar Pasal 406 Ayat (1) KUHP. Kejadian ini terjadi pada 24 Agustus 2024 di Kota Palopo akibat kesalahpahaman. Arfah merasa suami korban membuang sampah di dekat rumah kosnya, yang memicu amarah sehingga merusak pagar, sepeda, dan kaca jendela milik korban Franssiska. Kerugian ditaksir mencapai Rp5 juta.
2. Kejari Tana Toraja
Tersangka Simon Ganti (42) diduga melakukan pemaksaan disertai kekerasan terhadap pemilik kontrakan, Mikael Dage. Simon merasa kecewa setelah diminta meninggalkan kontrakan yang telah disewanya dan terlibat cekcok dengan korban, berakhir dengan pengancaman menggunakan pisau. Kasus ini diajukan dalam Pasal 335 Ayat (1) KUHP.
3. Kejari Takalar
Kejari Takalar mengajukan dua perkara penganiayaan. Pertama, kasus penganiayaan oleh tersangka Bara Dg Tayang (45) terhadap Lawati, yang dipicu oleh konflik batas sawah pada Juli 2024. Kedua, kasus penganiayaan oleh tersangka Sompo Wandi (38) yang memukul korban Haris setelah terjadi perselisihan pada 1 Oktober 2024. Dalam kedua kasus, penganiayaan dilatarbelakangi oleh emosi sesaat yang berujung pada kekerasan fisik ringan.
Pertimbangan Pengajuan Restorative Justice
Keempat kasus ini diusulkan untuk penyelesaian melalui Restorative Justice karena berbagai alasan. Semua tersangka adalah pelaku pertama kali dan bukan residivis, dengan ancaman hukuman yang tidak melebihi lima tahun penjara.
Selain itu, para korban telah memaafkan tindakan para tersangka dan terjadi perdamaian antara kedua belah pihak. Kejaksaan juga menyebutkan, masyarakat menyambut baik pendekatan ini.
Dengan pengajuan ini, Kejati Sulsel berharap Restorative Justice dapat terus menjadi solusi yang efektif dalam menyelesaikan kasus-kasus yang tidak menimbulkan korban jiwa, namun tetap menjaga kedamaian dan keharmonisan masyarakat.(Hdr)