PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pelanggaran Perlindungan Pekerja Migran Indonesia kembali mencuat, kali ini diungkap oleh Tim Subdit IV Unit Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Sulsel. Operasi tersebut menjadi bukti nyata perjuangan aparat dalam melindungi hak asasi manusia dan memastikan keselamatan para pekerja migran.
Operasi ini dipimpin oleh AKP Costantia B. Huwae, S.I.K., yang bekerja sama dengan Tim Jatanras Polres Nunukan, Polda Kalimantan Utara. Penangkapan berlangsung pada Kamis, 14 November 2024, di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kalimantan Utara. Dalam operasi tersebut, seorang pria berinisial I (42), warga Kelurahan Selisun, Nunukan Selatan, diamankan oleh petugas.
Awal Mula Pengungkapan
Kasus ini bermula dari laporan dua korban, M (24) dan N (23), yang menceritakan bagaimana mereka dijanjikan pekerjaan di perkebunan kelapa sawit di Kota Lahat Datu, Malaysia.
Harapan mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik justru membawa mereka ke dalam jaringan perdagangan manusia. Para korban diberangkatkan secara nonprosedural oleh pelaku bernama Ical, yang dibantu oleh rekannya, M Ansar alias Anca.
Mendengar laporan tersebut, tim penyidik segera bergerak. Keberadaan Ical berhasil dilacak di wilayah Nunukan Timur. Dalam operasi yang berjalan mulus, petugas tidak hanya menangkap pelaku tetapi juga menyita sebuah telepon genggam merek Redmi Note 12 Pro, alat komunikasi yang digunakan untuk menghubungi para korban.
Menguak Modus Operandi
Hasil interogasi mengungkap, Ical memainkan peran penting dalam jaringan ini. Ia tidak hanya merekrut tetapi juga menjadi fasilitator dan penampung para korban sebelum diberangkatkan secara ilegal ke Malaysia. Mereka yang tergiur janji pekerjaan kerap kali tidak menyadari risiko besar yang mengintai, termasuk eksploitasi dan pelanggaran hak-hak pekerja.
Penegakan Hukum Tegas
Pelaku kini menghadapi jeratan hukum berat. Ical dijerat dengan Pasal 4 Jo Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, Pasal 81 Jo Pasal 69 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 120 ayat (1) UU RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Menurut AKP Costantia, kasus ini menjadi bukti komitmen Polda Sulsel dalam memberantas jaringan perdagangan manusia.
“Kami akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan lebih luas yang terlibat,” tegasnya.
Pesan untuk Masyarakat
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat, khususnya mereka yang ingin bekerja ke luar negeri, untuk selalu menggunakan jalur resmi. Jalur yang legal tidak hanya memastikan keselamatan tetapi juga memberikan perlindungan hukum yang memadai. Langkah ini penting agar mimpi meraih kesejahteraan di negeri orang tidak berubah menjadi mimpi buruk.
Polda Sulsel, melalui pengungkapan ini, menunjukkan perjuangan melindungi pekerja migran dan memberantas perdagangan manusia tidak akan pernah surut. Keberanian dan dedikasi para aparat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan.(Hdr)