“Dalam waktu maksimal 5 tahun tempat ini sudah bisa jadi model,” kata Abdillah optimis.
Aktivitas Abdillah tidak hanya aktif berkaitan dengan penghijauan dan reboisasi lahan, tetapi juga menjadi Sekretaris I Pembangunan Masjid Besar Al Urwatul Wustha Kecamatan Parado sejak tahun 2023. Masjid yang baru mengalami pemugaran total setelah berusia hampir satu abad tersebut kini pembangunannya mencapai progress 50-60%.
Sudah berikan hasil
Bermodalkan Surat Keputusan Camat Parado tahun 2017, tim Penanggulangan Reboisasi Kerusakan Hutan dan Lingkungan Hidup Kecamatan Parado, Abdillah mulai bergerak, Namun dia sudah mulai masuk hutan setahun sebelumnya, 2016. Hanya saja jumlah warga yang terlibat masih terbatas. Aktivitas yang digagas adalah program tani terpadu. Bentuknya, para peserta tani hutan ini dapat menanam tumpang sari dari tanaman tinggi berupa kemiri, dan buah-buahan seperti durian, kelengkeng, rambutan, apel dan sebagainya.
“Tanaman lainnya, kunyit dan jahe. Jagung tetap boleh ditanam di antara pohon kemiri, rambutan mete, pinang, klengkeng, apokat, durian, dan pohon mahoni. Ada juga perikanan darat, seperti lele, ikan nila, dan karpet yang dikembangkan melalui empong-empong yang kelak dibuat memanfaatkan sumber air 3 km dari kawasan penghijauan. Air itu akan disalurkan melalui pipa yang diharapkan mendapat bantuan dari instansi terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), “sebut Abdillah dalam percakapan melalui telepon dengan penulis 14 November 2024.
Selain itu, anggota kelompok tani hutan (KTH) dapat memelihara unggas, seperti ayam, bebek. Bisa juga melakukan budi daya lebah dan juga burung walet.
Pohon mahoni khususnya, beber Abdillah, saat berbicara dengan penulis melalui telepon 14 November 2024 malam, bersumber dari bantuan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Mada Pangga, Tofo Pajo, Waworada, dan Rompo.
Pelaksanaan penghijauan dengan peruntukannya itu sesuai Peraturan Pemerintah No.83/2016 tentang Perhutanan Sosial bermitra dengan pihak Kehutanan. Di lokasi seluas 300 ha yang terdapat di areal Mada Nangga, Mada Singgi, dan Rade Inanane tersebut 85% sudah memberikan hasil sesuai motto.”Hutan rimbun lestari masyarakat makmur”.
Tiga kelompok yang hasil pertanamannya sudah dipetik dapat dijadikan contoh penghijauan di Kecamatan Parado Kabupaten Bima. Seingat Abdillah belum ada penghijauan seluas yang di bawah binaannya yang dikembangkan di kecamatan lain di Kabupaten Bima.
Setelah ketiga lokasi itu berhasil menghijaukan lahan yang pernah gundul, ada masalah yang kemudian muncul. Kendala dalam pengelolaan hutan ini di antaranya jalan ke lokasi berpotensi dapat merusakkan bibit yang sedang diangkut. Akibat jalan tidak memadai menimbulkan biaya tinggi, karena bibit yang diangkut banyak yang rusak. Oleh sebab itu, para anggota tiga kelompok KTH ini berharap pemerintah memperhatikan jalan produksi hasil hutan tersebut.
“Kendala lain adalah hama tanaman seperti babi, monyet dan hewan piaran warga seperti sapi dan kerbau yang kebanyakan dilepas bebas merumput dapat merusak tanaman,” kata Abdillah.
Yang sangat penting juga ditangani pihak terkait, terutama Kepolisian Sektor (Polsek) Parado dan Komandan Rayon Militer (Koramil) Monta yang membawahi Pos Ramil Parado adalah aspek keamanan. Misalnya saja masih sering terjadinya pencurian barang milik warga yang lainnya. Aksi pencurian masih kerap terjadi di beberapa desa di Kecamatan Parado. Pencurian yang sering terjadi di Desa Kanca misalnya, dibiarkan saja. Tidak ada tindakan dari pihak pemerintah desa.
“Kemudian masalah pemasaran hasil produk warga sebaiknya ada penanganan khusus, misalnya dijual dalam bentuk kemiri setengah jadi,” usul Abdillah yang mengaku sudah ada pengusaha ada dari luar negeri yang berminat dan ingin melihat hasil produksi warga tersebut.
Masalah pemasaran ini agaknya perlu ditangani serius. Barangkali perlu dibangun koperasi dengan pengelola dan pengurus yang memiliki integritas tinggi. Melalui koperasi inilah semua produksi masyarakat dan anggota KTH disalurkan dan pihak pengusaha berhubungan untuk memperoleh hasil produksi mereka.
Lembaga pengelola ini sangat penting untuk mencegah anggota KTH terjebak pada praktik rentenir yang ujung-ujungnya ingin mengeruk keuntungan sendiri, tetapi warga dirugikan. (*)