Oleh M.Dahlan Abubakar
Pria kelahiran Baralau Kecamatan Monta 20 Agustus 1967 ini sebenarnya sudah hidup nyaman dengan profesinya sebagai guru. Selama 26 tahun Abdillah M.Saleh, S.Pd mengabdi sebagai guru sekolah dasar. Menjadi Guru SDN Kuta Kecamatan Parado (1988-1993), SDN 01 Parado (1994-2008 dan 2011-2014) dan Kepala SDN Inpres 02 Parado (2015-2017). Dua tahun mengabdi sebagai guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kosgoro Parado (1992) dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Parado (2007-2008), plus 5 tahun mengajar pada Jurusan PAUD Sekolah Tinggi Agama Islam Swasta Bima filial IKIP PGRI Jember (2008-2013).
Di sela-sela aktivitasnya sebagai guru, Abdillah juga menjadi sekretaris tim pendiri SMA Negeri 1 Parado pada tahun 2007. Sekolah tersebut telah menghasilkan alumni yang melanjutkan pendidikan ke berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia, termasuk 3 lulusannya diterima bebas tes di Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2015.
Tidak hanya itu, saat menjadi guru dia memperoleh sejumlah penghargaan yang sebenarnya dapat mempermulus kenaikan pangkat dan jabatannya. Pada tahun 2017 Abdillah bermohon meninggalkan jabatan fungsionalnya sebagai guru sekaligus memutus tunjangan sertifikasi Rp 5,4 juta yang diterimanya. Dia pun menjabat Penilai Diknas/PAUD (2009-2010) kemudian akhirnya memilih menjadi penilik sejak 2018 hingga sekarang dengan tunjangan penilik madya Rp 1 juta plus tunjangan kinerja (tukin) Rp 1,5 juta. Begitulah perjalanan Abdillah demi menjadi pejuang pelestarian hutan dan lingkungan.
Kini Abdillah banting stir menjadi Penilik Pendidikan Masyarakat/PAUD Kecamatan Parado Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). memberinya waktu pada 2017 mulai mengalihkan perhatian pada kegiatan pelestarian alam dan lingkungan hidup di Kecamatan Parado yang sebagian besar hutannya gundul untuk pertanaman jagung. Data menyebutkan, dari 18.000 hektare hutan di Kecamatan Parado, tinggal 5.000 hektare yang utuh.
Penggundulan hutan yang masif ini karena magnet pertanaman jagung yang mengiming-imingkan pendapatan yang berlimpah, namun justru menimbulkan kemiskinan lingkungan yang berkepanjangan jika hutan tidak ditanami kembali. Tidak hanya, sebagian besar petani merugi karena tingginya biaya produksi yang selama ini selalu disembunyikan oleh para pemasok bibit dan penyedia pupuk.
Upaya Abdillah menaruh perhatian pada pelestarian lingkungan ini juga telah diawali dengan membangun komunitas keluarga dalam bentuk Yayasan Lebah pada tahun 1987. Dia kemudian membangun Lembaga sosial Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Wane pada tahun 2000. Yayasan ini juga pernah terlibat dalam kegiatan peluncuran buku H.Abubakar H.Yakub berjudul “Sekolah di Tengah Ancaman Bom” pada tahun 2016 di Paruga Paranaka Desa Kanca Kecamatan Parado Kabupaten Bima.
Tak berhenti di situ, dia pun bangkit menggagas pendirian sekolah kerja untuk anak miskin di Tambora dan di Parado pada tahun 2014-2019. Sayang, sekolah ini sulit memperoleh izin operasional untuk level Sekolah Tinggi Pemberdayaan Masyarakat Miskin.
Meskipun gagal mewujudkan sekolah kerja untuk anak miskin di Tambora dan Parado, Abdillah tidak berhenti berusaha. Di Kecamatan Parado bersama para tokoh masyarakat berpartisipasi dalam percepatan rehabilitasi kerusakan hutan dan lingkungan hidup Kecamatan Parado Kabupaten .Bima pada tahun 2018 sampai sekarang. Bersama H.Lukman,MD,SIP sebagai ketua, selaku sekretaris tim dia menggerakkan Tim Penanggulangan Kerusakan dan Rehabilitasi Hutan dan Lingkungan Hidup Kecamatan Parado mengadvokasi masyarakat agar sadar menanam kembali hutan yang sudah gundul.
Langkah Abdillah dengan timnya ini sekarang sudah memperlihatkan hasil, meskipun areal yang sudah dihutankan belum seberapa luasnya dibandingkan luas kawasan hutan yang sudah gundul. Namun sebagai contoh diharapkan lahan seluas 300 hektare di Mada Nangga. Mada Singgi, dan So Rade Inanane yang melibatkan 188 orang tiga kelompok ini dapat menjadi contoh sukses upaya penhijauan kembali hutan gundul di Parado Kabupaten Bima.
Belum lagi kawasan hutan yang direhabilitasi oleh tiga kelompok lain di Desa Kanca 44 ha yang dikelola 62 kepala keluarga di Mada Seli, 100 ha yang ditanam 71 kepala keluarga di Rade Keu-1 dan 300 ha yang dikelola 90 kepala keluarga di Kawasan Rade Keu-2. Areal yang dikelola warga Desa Kanca mencapai 444 hektare, melibatkan 223 kepala keluarga. Hanya saja pertanamannya tidak serimbun yang dikelola 188 orang pada kawasan Mada Nangga, Mada Singgi, dan Rade Inanane yang sudah memperlihatkan hasil.
Kiprah peraih Juara I Lomba PKBM Berprestasi Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2013 ini tidak hanya berhenti sampai pada urusan penghijauan kembali lahan botak di Desa Paradorato dan Desa Kanca, tetapi juga membidik Kantor Posramil Parado. Kantor yang baru dibangun tahun 2021 dengan swadaya masyarakat itu menempati areal seluas 3 ha.
Sebagai Sekretaris Panitia Pembangunan Posramil itu, peraih juara II Lomba Gagasan dan Ide Penilik Berprestasi 17 Provinsi di Makassar tahun 2010 tersebut, saat ini mengumpulkan tanda tangan persetujuan dari para tokoh masyarakat Kecamatan Parado untuk penggunaan lahan Posramil itu.
“Rencananya areal Posramil Parado ini akan jadi contoh pertanaman pohon buah produktif yang kelak menjadi rujukan Masyarakat. Apalagi letaknya berada di samping jalan lintas Parado-Bima,” ucap Abdillah yang pernah meraih juara III Lomba Guru Berpretasi Tingkat SD Kaupaten Bima tahun 2006 dalam wawancara melalui telepon dengan penulis.
Penulis buku “Laskar Kembar Bulan Purnama” tersebut menyebutkan, di lahan Kantor Pos Ramil Parado itu tersedia air yang rencananya dapat menjadi contoh perikanan darat. Pertanaman di kantor Pos Ramil ini kelak akan menjadi contoh bagi masyarakat terhadap pengembangan sejumlah komoditas pohon buah. Di lokasi ini akan dilibatkan lintas instansi yang melaksanakan kegiatan sesuai bidangnya masing-masing.
“Dalam waktu maksimal 5 tahun tempat ini sudah bisa jadi model,” kata Abdillah optimis.
Aktivitas Abdillah tidak hanya aktif berkaitan dengan penghijauan dan reboisasi lahan, tetapi juga menjadi Sekretaris I Pembangunan Masjid Besar Al Urwatul Wustha Kecamatan Parado sejak tahun 2023. Masjid yang baru mengalami pemugaran total setelah berusia hampir satu abad tersebut kini pembangunannya mencapai progress 50-60%.
Sudah berikan hasil
Bermodalkan Surat Keputusan Camat Parado tahun 2017, tim Penanggulangan Reboisasi Kerusakan Hutan dan Lingkungan Hidup Kecamatan Parado, Abdillah mulai bergerak, Namun dia sudah mulai masuk hutan setahun sebelumnya, 2016. Hanya saja jumlah warga yang terlibat masih terbatas. Aktivitas yang digagas adalah program tani terpadu. Bentuknya, para peserta tani hutan ini dapat menanam tumpang sari dari tanaman tinggi berupa kemiri, dan buah-buahan seperti durian, kelengkeng, rambutan, apel dan sebagainya.
“Tanaman lainnya, kunyit dan jahe. Jagung tetap boleh ditanam di antara pohon kemiri, rambutan mete, pinang, klengkeng, apokat, durian, dan pohon mahoni. Ada juga perikanan darat, seperti lele, ikan nila, dan karpet yang dikembangkan melalui empong-empong yang kelak dibuat memanfaatkan sumber air 3 km dari kawasan penghijauan. Air itu akan disalurkan melalui pipa yang diharapkan mendapat bantuan dari instansi terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), “sebut Abdillah dalam percakapan melalui telepon dengan penulis 14 November 2024.
Selain itu, anggota kelompok tani hutan (KTH) dapat memelihara unggas, seperti ayam, bebek. Bisa juga melakukan budi daya lebah dan juga burung walet.
Pohon mahoni khususnya, beber Abdillah, saat berbicara dengan penulis melalui telepon 14 November 2024 malam, bersumber dari bantuan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Mada Pangga, Tofo Pajo, Waworada, dan Rompo.
Pelaksanaan penghijauan dengan peruntukannya itu sesuai Peraturan Pemerintah No.83/2016 tentang Perhutanan Sosial bermitra dengan pihak Kehutanan. Di lokasi seluas 300 ha yang terdapat di areal Mada Nangga, Mada Singgi, dan Rade Inanane tersebut 85% sudah memberikan hasil sesuai motto.”Hutan rimbun lestari masyarakat makmur”.
Tiga kelompok yang hasil pertanamannya sudah dipetik dapat dijadikan contoh penghijauan di Kecamatan Parado Kabupaten Bima. Seingat Abdillah belum ada penghijauan seluas yang di bawah binaannya yang dikembangkan di kecamatan lain di Kabupaten Bima.
Setelah ketiga lokasi itu berhasil menghijaukan lahan yang pernah gundul, ada masalah yang kemudian muncul. Kendala dalam pengelolaan hutan ini di antaranya jalan ke lokasi berpotensi dapat merusakkan bibit yang sedang diangkut. Akibat jalan tidak memadai menimbulkan biaya tinggi, karena bibit yang diangkut banyak yang rusak. Oleh sebab itu, para anggota tiga kelompok KTH ini berharap pemerintah memperhatikan jalan produksi hasil hutan tersebut.
“Kendala lain adalah hama tanaman seperti babi, monyet dan hewan piaran warga seperti sapi dan kerbau yang kebanyakan dilepas bebas merumput dapat merusak tanaman,” kata Abdillah.
Yang sangat penting juga ditangani pihak terkait, terutama Kepolisian Sektor (Polsek) Parado dan Komandan Rayon Militer (Koramil) Monta yang membawahi Pos Ramil Parado adalah aspek keamanan. Misalnya saja masih sering terjadinya pencurian barang milik warga yang lainnya. Aksi pencurian masih kerap terjadi di beberapa desa di Kecamatan Parado. Pencurian yang sering terjadi di Desa Kanca misalnya, dibiarkan saja. Tidak ada tindakan dari pihak pemerintah desa.
“Kemudian masalah pemasaran hasil produk warga sebaiknya ada penanganan khusus, misalnya dijual dalam bentuk kemiri setengah jadi,” usul Abdillah yang mengaku sudah ada pengusaha ada dari luar negeri yang berminat dan ingin melihat hasil produksi warga tersebut.
Masalah pemasaran ini agaknya perlu ditangani serius. Barangkali perlu dibangun koperasi dengan pengelola dan pengurus yang memiliki integritas tinggi. Melalui koperasi inilah semua produksi masyarakat dan anggota KTH disalurkan dan pihak pengusaha berhubungan untuk memperoleh hasil produksi mereka.
Lembaga pengelola ini sangat penting untuk mencegah anggota KTH terjebak pada praktik rentenir yang ujung-ujungnya ingin mengeruk keuntungan sendiri, tetapi warga dirugikan. (*)