Penulis : Ismiyanti Agustina
Tingginya frekuensi bencana alam di Indonesia mengakibatkan kerugian yang sangat besar, baik materi maupun non-materi. Bencana dapat merusak infrastruktur, menghambat perekonomian, dan menyebabkan korban jiwa. Selain itu,bencana juga dapat memicu berbagai masalah sosial seperti pengungsian dan trauma psikologis.
Terutama dalam pendidikan, Bencana alam memiliki efek yang kompleks terhadap sekolah. Beberapa contohnya termasuk kerusakan pada struktur fisik, gangguan pada proses belajar-mengajar, dan efek psikologis pada siswa dan pendidik. Namun, bencana juga dapat menyebabkan berbagai masalah sosial yang mengganggu keberlangsungan pendidikan.
“Jumlah satuan pendidikan yang berada pada risiko bencana yaitu 54.080 sekolah berada di wilayah rawan banjir, 52.902 sekolah berada di wilayah rawan gempa bumi, 15.597 sekolah berada di wilayah rawan tanah longsor, 2.417 sekolah berada di wilayah rawan tsunami, dan 1.685 sekolah berada di wilayah rawan erupsi gunung api “ (koswara, 2019)
Sukabumi belakangan ini dilanda serangkaian bencana alam yang terjadi secara berulang. Mulai dari tanah longsor, banjir, hingga angin kencang, wilayah ini seolah tidak pernah lepas dari ancaman bencana. Frekuensi bencana yang tinggi ini tentu saja menimbulkan keprihatinan bagi seluruh masyarakat.
Melansir kemendikdasmen, mencatat ada 628 siswa dan 253 guru terdampak bencana alam di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. dan juga mengakibatkan sejumlah fasilitas pendidikan mengalami kerusakan.
Melihat hal ini, beberapa solusi telah dikembangkan untuk mendorong dan menanggulangi pendidikan yang terdampak bencana, antara lain:
Pendekatan komprehensif, diperlukan untuk memulihkan sekolah yang terkena dampak bencana. Selain perbaikan fisik bangunan, perlu juga diperhatikan aspek psikologis siswa dan guru. Layanan konseling, kegiatan trauma healing, dan lingkungan belajar yang aman dan nyaman menjadi sangat penting. Dengan pendekatan ini, proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan siswa dapat mencapai potensi terbaiknya.
Integrasi materi kebencanaan, integrasi materi kebencanaan dalam kurikulum sekolah dasar dapat dilakukan melalui pendekatan tematik. Misalnya, saat mempelajari tema lingkungan, siswa dapat diajarkan tentang dampak bencana alam terhadap lingkungan dan cara menjaga lingkungan agar lebih tahan bencana. Dan juga melakukan egiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan kebencanaan, seperti Pramuka, juga dapat menjadi wadah untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi bencana.
Peran Masyarakat, Pemulihan sekolah pasca bencana membutuhkan partisipasi masyarakat. Pemerintah, sekolah, dan masyarakat dapat bekerja sama untuk mempercepat rehabilitasi. Gotong royong membersihkan sekolah, penggalangan dana, dan penyediaan tenaga sukarela adalah beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan bersama-sama. Oleh karena itu, rasa partisipasi dan tanggung jawab bersama membangun kembali sekolah meningkat.
Inovasi teknologi, teknologi dapat menjadi solusi yang efektif dalam mengatasi dampak bencana terhadap pendidikan. Penggunaan teknologi seperti kelas virtual, aplikasi pembelajaran daring, dan platform komunikasi online dapat membantu siswa tetap belajar meskipun sekolah mereka rusak. Selain itu, teknologi juga dapat digunakan untuk memantau kondisi sekolah dan memberikan peringatan dini akan bencana.
Sekolah yang terkena dampak bencana bukan hanya korban tetapi juga pelopor perubahan. Sekolah dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam membangun kembali kehidupan dengan mengembangkan inisiatif dan solusi kreatif. Sekolah dapat mencetak generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan melalui pembelajaran yang relevan dan partisipasi aktif dalam komunitas. Mari mendukung institusi pendidikan yang terkena dampak bencana untuk terus membuat kemajuan dan berkontribusi kepada masyarakat.
Tentang Penulis :
Pekerjaan : Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
No telepon : 08xxxx475
Alamat : Kp.Peundeuy RT 02 RW 14 desa cangkuang kec. leles
Email : myntagsnagustina@gmail.com