Oleh: Asnawin Aminuddin (Wartawan)
ADA empat pilar demokrasi yaitu eksekutif, yudikatif, legislatif, dan pers. Eksekutif yaitu presiden, gubernur, walikota, dan bupati beserta perangkatnya. Legislatif meliputi MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD. Yudikatif yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Pers yaitu media massa.
Kalau dilihat dari empat pilar demokrasi tersebut, yang sehat hanya pers. Yang bisa diandalkan hanya pers. Tiga pilar demokrasi yang lain yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif, sudah busuk.
Hal ini terlihat dari berbagai kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di ketiga pilar tersebut. Dalam eksekutif, misalnya, kita sering mendengar berita tentang kepala daerah yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menyalahgunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi.
Di ranah legislatif, praktik suap-menyuap dalam pembuatan undang-undang atau pembahasan anggaran menjadi rahasia umum yang mencoreng institusi tersebut. Sementara itu, di yudikatif, ada kasus hakim atau aparat pengadilan yang terlibat dalam mafia peradilan, menjual putusan hukum demi uang.
Fenomena ini menunjukkan adanya degradasi integritas di tiga pilar tersebut, yang seharusnya menjadi penjaga utama demokrasi.
Di Amerika Serikat, media massa terkadang disebut “Institusi Keempat” atau cabang pemerintahan keempat, setelah cabang eksekutif, cabang legislatif, dan cabang yudikatif. Istilah Institusi Keempat mencerminkan peran media berita yang tidak resmi tetapi diterima secara luas dalam memberikan informasi kepada warga negara yang dapat mereka gunakan untuk memantau kekuasaan pemerintah.
Dengan penilaian tersebut, maka pers atau media massa serta para wartawan diharapkan menjaga independensi dan konsistensi sebagai pilar keempat demokrasi yang bisa dipercaya.