Tersangka, yang juga Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Arsitektur, datang dan mempertanyakan alasan AF bergabung dalam kegiatan HMI tanpa bergabung ke organisasi himpunan mahasiswa jurusannya.
Jawaban AF yang disertai tawa memicu kemarahan tersangka, yang kemudian menampar korban hingga menyebabkan pembengkakan di pipi kanan, sebagaimana tercatat dalam hasil visum RS Stella Maris.
Pertimbangan Keadilan Restoratif
Kejari Makassar mengusulkan penyelesaian perkara melalui RJ dengan mempertimbangkan beberapa aspek, di antaranya :
1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan diancam dengan hukuman di bawah lima tahun penjara.
2. Luka yang dialami korban telah sembuh dan tidak meninggalkan bekas.
3. Kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan damai yang juga mendapat respons positif dari masyarakat.
Kajati Sulsel, Agus Salim menegaskan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan ketentuan dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Atas nama pimpinan, kami menyetujui perkara penganiayaan yang diajukan Kejari Makassar untuk diselesaikan melalui Restorative Justice. Kami berharap kasus ini menjadi pembelajaran, khususnya dalam dunia akademik dan organisasi kemahasiswaan, baik internal maupun eksternal kampus,” ujar Agus Salim.
Dengan keputusan ini, diharapkan penyelesaian berbasis keadilan restoratif dapat menjadi alternatif dalam menangani kasus serupa, memberikan efek jera bagi pelaku, serta mendorong terciptanya suasana akademik yang lebih harmonis dan bebas dari tindak kekerasan.(Hdr)