Jesaya Ginting sebelumnya menikah dengan Jenni Monalisa Gultom dan memiliki tiga anak. Namun, dalam proses perceraian, ia diduga memalsukan Akta Perkawinan dengan bantuan beberapa pihak, termasuk Ramlan Ginting dan Warta Aries yang hingga kini masih buron. Akta tersebut diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Deli Serdang pada 8 April 2014, menggunakan dokumen palsu seperti surat pengantar kepala desa, fotokopi surat baptis, serta KTP dan Kartu Keluarga yang tidak valid.
Atas dasar akta yang diduga palsu ini, Jesaya kemudian menggugat cerai Jenni Monalisa di Pengadilan Negeri Medan dan berhasil memperoleh putusan perceraian. Merasa dirugikan, Jenni Monalisa melaporkan kasus ini ke kepolisian, dan hasil laboratorium kriminalistik membuktikan bahwa tanda tangannya dalam dokumen tersebut dipalsukan.
Jesaya Ginting kini didakwa dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, sementara pihak berwenang masih menelusuri keterlibatan tersangka lain dalam kasus ini.
Pelayanan Publik yang Harus Dibenahi
Lambannya proses administrasi di Mahkamah Agung menjadi kendala bagi banyak pihak yang mencari keadilan. Minimnya transparansi dalam sistem registrasi perkara menambah ketidakpastian hukum bagi masyarakat.
Para wartawan berharap Mahkamah Agung dapat meningkatkan kualitas layanan PTSP agar informasi terkait perkara hukum dapat diakses dengan lebih mudah dan akurat. Keterlambatan dalam registrasi perkara, ditambah dengan sikap kurang responsif dari petugas, hanya akan memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia. (*)