Dasar hukumnya, antara lain, adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Pertambangan Minerba, Perda RTRW dan Permen ATR/BPN No. 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Peninjauan Kembali RTRW. Salah satu prinsip dasar Hukum Tata Ruang dalam Tambang Galian C adalah lokasi tambang harus berada di zona peruntukan pertambangan dalam RTRW Kabupaten/kota/atau provinsi. Tidak boleh ada aktivitas tambang jika lokasi tambang itu ada di zona tersebut.
IUP dapat dicabut atau dibatalkan jika melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pejabat yang mengeluarkan izin tanpa mengacu kepada RTRW bisa dianggap melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang yang bisa dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Apabila pejabat pemerintahan tidak mencabut izin usaha tambang C yang bermasalah, maka sanksinya pejabat tersebut dapat digugat di PTUN, bisa juga kena sanksi pidana Pasal 421 KUHP yang menyatakan, jika pejabat dengan sengaja tidak mencabut IUP demi menguntungkan pihak tertentu/perusahaan bisa dianggap perbuatan penyalahgunaan wewenang. Bisa juga dijerat pasal-pasal hukum dalam UU Tindak Pidana Korupsi karena membiarkan tambang ilegal merusak lingkungan, cagar budaya, dan merugikan warga masyarakat terkena dampak, padahal sudah jelas melanggar aturan.
Akibat yang ditimbulkan kerusakan lingkungan dari tambang galian C di Tikala adalah pencemaran air, merusak kualitas air, untuk warga dan pertanian produktif; Erosi dan longsor membahayakan pemukiman dan akses warga masyarakat sehari-hari; Kerusakan infrastruktur dan jalan desa/kampung karena dilalui alat berat dan truk-truk berat pengangkut hasil tambang; Dan, biaya pemulihan lingkungan pasca tambang sangat mahal.
* Guru Besar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UNHAS (***)