PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Sorotan tajam tertuju pada penanganan laporan pencemaran nama baik terhadap advokat Wawan Nur Rewa.
Di tengah pusaran sengketa lahan yang menyeret nama pejabat negara, kasus ini menyeret isu yang lebih besar: sejauh mana hak imunitas advokat dilindungi ketika menjalankan tugas profesinya ?
Farid Mamma, SH., MH., Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Anti Korupsi (Pukat) Sulawesi Selatan dan seorang advokat senior di Makassar, angkat bicara.
Ia menyebut, langkah hukum terhadap Wawan bisa menjadi preseden berbahaya bagi kebebasan profesi advokat di Indonesia.
“Jika pernyataan advokat berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, maka itu bukan pencemaran nama baik,” ujar Farid saat ditemui di sebuah Warkop di bilangan Opu Daeng Risadju (ex Cendrawasih) Makassar, Sabtu, 17 Mei 2027.
Lanjutnya, itu bagian dari kebebasan berpendapat dan tugas profesional seorang advokat dalam membela kliennya.
Menurut Farid, dalam sistem hukum Indonesia, advokat memiliki hak imunitas sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Hak tersebut menjamin seorang advokat tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata selama menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik, termasuk saat menyampaikan pernyataan di luar ruang sidang.
Perlindungan ini, beber Farid, telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 yang menegaskan, imunitas tersebut berlaku baik di dalam maupun di luar pengadilan, selama pernyataan yang disampaikan berkaitan dengan kepentingan pembelaan hukum.
Kasus yang menimpa Wawan berawal dari konferensi pers yang digelarnya terkait sengketa lahan di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar.
Dalam pernyataannya, ia menyebut ada dugaan perampasan hak atas tanah milik kliennya. Tak lama berselang, ia dilaporkan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik oleh pihak yang merasa dirugikan.
Farid menilai pelaporan tersebut tidak berdasar. “Apa yang disampaikan Wawan adalah bagian dari fungsi advokat. Kalau semua pernyataan advokat di ruang publik bisa dikriminalisasi, ini akan membungkam fungsi pengawasan dan kritik hukum,” ujarnya.
Ia pun menegaskan, tuduhan pencemaran nama baik dalam konteks ini menyentuh wilayah abu-abu antara kebebasan berbicara dan kepentingan reputasi individu.
Namun, jika seorang advokat berbicara berdasarkan dokumen dan fakta hukum yang valid dari kliennya, maka itu adalah bagian sah dari tugasnya.
“Penanganan kasus ini harus ekstra hati-hati. Jika salah langkah, kita bukan hanya bicara tentang satu advokat, tapi tentang ancaman sistemik terhadap peran advokat dalam penegakan hukum,” Farid Mamma, menandaskan. (Hdr)