Namun bukan hanya pengalaman teknis yang didapat. Kerja sama tim, komunikasi, dan tanggung jawab menjadi bagian penting dari proses.
“Kami terbiasa rapat, membagi tugas, dan saling bantu. Kadang ada yang lupa siram, tapi kami belajar dari situ,” kata Rifki, salah satu anggota tim hidroponik.
Hasil panen tak hanya dinikmati warga sekolah, tapi juga mulai merambah pasar lokal. Beberapa ikat sayuran dikemas rapi dan dijual kepada masyarakat sekitar.
Keuntungan yang diperoleh sebagian digunakan untuk membeli bibit dan peralatan, sebagian lagi masuk ke kas OSIS sebagai modal usaha berikutnya.
Sukayono menyebut, sejak diluncurkan dua tahun lalu, program ini terus berkembang dan telah menjadi ikon kegiatan sekolah yang tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tapi juga memberi kontribusi nyata terhadap lingkungan dan ekonomi sekolah.
“Alhamdulillah, ini jadi ruang tumbuh yang positif. Harapannya, makin banyak siswa terlibat, dan program ini bisa jadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain,” ujarnya.
Dengan komitmen yang kuat dari pihak sekolah dan semangat belajar siswa yang tak surut, SMA Negeri 2 Enrekang perlahan menjelma menjadi laboratorium kecil kewirausahaan berbasis lingkungan, tempat bibit-bibit pemimpin muda masa depan sedang tumbuh, satu demi satu, bersama tanaman hidroponik mereka, guru pambina kebun Hidroponik sekaligus Kepala UPT SMAN 2 Enrekang, Sukayono, S.Pd.,M.Pd menandaskan. (Hdr)