PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Wija To Luwu menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sulawesi Selatan, Selasa sore, 3 Juni 2025.
Mereka menyoroti dugaan perampasan tanah adat oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang di Kabupaten Luwu, yang dinilai sebagai bentuk kapitalisasi agraria yang semakin masif di kawasan Luwu Raya.
Aksi dimulai sekitar pukul 15.00 WITA. Massa membentangkan spanduk besar bertuliskan “Luwu Raya Darurat Kapitalisasi Agraria”, sambil meneriakkan tuntutan agar pemerintah segera turun tangan menyelesaikan konflik agraria yang dianggap mencederai hak masyarakat adat.
Dalam orasinya, Agip, Ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (IPMIL) Raya Universitas Negeri Makassar (UNM), menuding BBWS Pompengan Jeneberang melakukan klaim sepihak terhadap tanah warga di Desa Bolong, Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu.
Tanah tersebut, kata dia, telah dikuasai masyarakat secara turun-temurun jauh sebelum pembangunan bendungan pada 1980-an.
“BBWS datang membawa sertifikat, tapi tak pernah ada musyawarah, tak ada ganti rugi, dan tak ada pelibatan warga. Ini bentuk pengabaian terhadap keberadaan masyarakat adat,” kata Agip.
Agip menerangkan, menurut catatan Aliansi Wija To Luwu, sertifikasi atas nama BBWS dilakukan tanpa dasar legitimasi yang jelas. Mereka menduga kuat adanya keterlibatan mafia tanah yang bermain di balik proses administrasi itu.
Dalam aksinya, massa menyuarakan empat tuntutan utama, yaitu :