Senada dengan itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Industri Hiburan (APIH) Kota Makassar, Hasrul Kaharuddin, menyampaikan kekhawatirannya atas dampak moratorium terhadap ekonomi dan tenaga kerja. Ia menyebutkan bahwa ribuan pekerja di sektor hiburan malam terancam kehilangan pekerjaan jika kebijakan ini diterapkan secara kaku.
“Tempat hiburan malam turut menyumbang pendapatan asli daerah (PAD). Kalau semua ditutup, bukan hanya pekerja yang terdampak, tapi juga pemerintah akan kehilangan salah satu sumber pemasukan,” katanya.
Hasrul mengungkapkan bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan melayangkan surat ke DPRD Sulsel untuk meminta Rapat Dengar Pendapat (RDP) agar ada ruang dialog terbuka antara pengusaha, eksekutif, dan legislatif.
Sementara itu, sejumlah pengusaha kafe yang turut hadir dalam diskusi tersebut berharap adanya pendekatan yang bijak dalam penegakan aturan. Mereka menyatakan siap mengikuti regulasi sepanjang proses pembinaan dilakukan secara transparan dan profesional.
“Kami tidak menolak peraturan, tapi butuh pendampingan teknis dan administratif yang tepat. Pemerintah seharusnya mempermudah bukan menghambat, sesuai dengan semangat reformasi birokrasi yang digaungkan pusat,” ungkap salah satu pelaku usaha.
Diskusi ini menjadi cermin keresahan pelaku industri hiburan di tengah ketidakpastian regulasi. Para pengusaha berharap Pemprov Sulsel dapat membuka ruang dialog yang inklusif demi terciptanya iklim usaha yang sehat tanpa mengabaikan nilai-nilai sosial dan budaya. (And)