Itulah kutipan singkat yang saya dapat dari beliau, melihat dan memandang tulisan dan berita sekarang yang mengadopsi ideologi hoax, dan tidak terpercaya membuat saya mengerti kenapa beliau selalu mengedepankan bagaimana etika penulisan dan etika jurnalistik.
“Problematika penulis sering terpaku pada apa yang mau ia tulis bukan apa yang mau ia sampaikan.”
Begitulah kalimat yang saya ingat dan pahamkan ke diri sendiri. Disampaikan oleh Rusdin Tompo, Koordinator Satupena Sulawesi Selatan.
Beliau menjelaskan bagaimana ide yang kita dapat sebenarnya dekat sekali dengan kita. Menurut beliau, setiap seni memiliki maknanya dan tergantung pada pengantar seperti apa yang kita gunakan, atau bridging semacam apa yang ingin kita masukkan ke dalam tulisan sebagai penghubungnya. Sehingga argumentasinya logis.
Keterkaitan atau hubungan antara Seni Rupa dengan Seni Sastra menurut beliau sangat dekat dan berkolerasi satu sama lain. Belajar memaknai dan menarasikan Seni Rupa dengan sudut pandang yang kreatif adalah sebuah bentuk inter-subjektif imajiner yang dimiliki penulis dengan penikmat Seni rupa.
Sastra sekali lagi menjadi sebuah penghubung antar seni. Menarasikan sebuah karya membuat saya semakin mencintai karya sastra apapun itu. Sekecil dan sependek-pendeknya sastra adalah bentuk perlawanan.
Membaca novel, membuat Puisi menurutku adalah sebuah bentuk perlawan untuk membuat dasar kita dalam berperilaku. Membaca dan memahami sains, filsafat adalah sebuah bentuk perlawan membuat kepekaan sosial, keadilan, kemakmuran dalan berpikir. (*)