PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Sekolah Pundarika mengadakan acara Ramah Tamah dan Syukuran Lulusan Tahun Pelajaran 2024/2025. Acara bertema “Give The Best, God Do The Rest” ini dikemas secara sederhana. Berlangsung di Onyx Ballroom, Myko Hotel & Convention Center Makassar pada Kamis, 19 Juni 2025.
Acara perpisahan ini diikuti para peserta didik kelas 6 dan kelas 9 yang didampingi orang tua/wali masing-masing. Tampak hadir, Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kota Makassar Hasdy, S.Si, M.Si serta Ketua Pembina dan Ketua Yayasan Pendidikan Dharma Bakti Dra. Nani Ghofar dan Felix Dahong. Juga Kepala Sekolah Pundarika Varianty Kadiaman, S.Pd, Gr, guru-guru dan tenaga kependidikan Sekolah Pundarika.
Ketua Pembina Yayasan Pendidikan Dharma Bakti dalam sambutannya, menghaturkan terima kasih atas kehadiran para tamu undangan, serta mengucapkan selamat kepada 54 peserta didik SD dan 18 peserta didik SMP yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Sambutan perwakilan orang tua disampaikan oleh Miguel Dharmadjie, ST, CPS®, CCDd®, CPM yang memberikan apresiasi atas dedikasi, perjuangan, dan pengorbanan kepala sekolah, para guru dan tenaga kependidikan dalam membimbing peserta didik selama menempuh pendidikan di Sekolah Pundarika.
“Kepada para orang tua/wali dan anak-anakku sekalian, kami menitipkan tiga pesan dalam menghadapi kehidupan ke depan yang tidaklah mudah,” kata Mighuel.
Pertama, dari tokoh pendidikan dan psikolog terkenal asal Harvard University, Prof. Howard Gardner pencetus teori kecerdasan majemuk. Bahwa, setiap anak unik. Tidak ada kecerdasan tunggal. Mereka punya bakat berbeda yang perlu dikenali dan dikembangkan.
Artinya kecerdasan bukan hanya soal kemampuan logika semata, namun setiap anak punya kecerdasan masing-masing. Menjadi tugas para orang tua untuk membantu mereka menemukan tempat, di mana mereka bisa berkembang secara otentik. Mengakui bahwa setiap anak memiliki kecerdasan berbeda, berakar pada penghargaan terhadap keberagaman manusia.
Kedua, dari tokoh pendidikan asal Jogjakarta, Baihaqi Addakhil. Bahwa, kehebatan seorang anak tidak diukur dari nilai di sekolah. Tetapi dari cara mereka mencintai, berimajinasi dan berani bermimpi. Kehebatan anak tidak selalu bisa diukur dari angka di rapor. Justru terlihat dari hal-hal yang tak kasat mata–dari kasih sayang yang mereka tunjukkan, imajinasi yang mereka bangun, dan mimpi-mimpi besar yang berani mereka kejar.
Anak yang mampu mencintai dengan tulus, peduli pada sesama dan berempati menunjukkan kekuatan emosional yang luar biasa. Imajinasi mereka adalah jendela menuju kreatifitas yang dapat melahirkan ide-ide hebat. Dan keberanian mereka untuk bermimpi menandakan jiwa yang berani menghadapi tantangan.
Ketiga, tokoh psikolog dunia asal Rusia, Lev Vygotsky pencetus teori perkembangan anak. Bahwa, berikan anak masalah untuk dipecahkan, bukan solusi instan. Artinya ketika orang tua terlalu cepat memberi solusi kepada anak ketika mereka memperoleh masalah, mereka kehilangan kesempatan untuk belajar cara berpikir kritis, mengambil keputusan, dan memahami konsekuensi.
“Memberi masalah untuk dipecahkan berarti memberinya ruang untuk bertumbuh dengan pendampingan yang baik. Membimbingnya agar mampu berpikir, merasa dan bertindak secara bijaksana. Anak yang dibiasakan menghadapi tantangan dengan pikirannya sendiri akan lebih percaya diri dan tangguh. Sehingga memiliki kemampuan untuk menemukan jawaban di masa depan,” pungkasnya.