Ia menilai bahwa RUU Polri adalah upaya terbaik yang dilakukan DPR untuk menjadikan institusi Polri menjadi lebih baik dalam memberikan pelayanan terbaik di wilayah keamanan dan ketertiban masyarakat serta menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum di Indonesia.
Namun sayangnya, berdasarkan draf RUU Polri pada prinsipnya memuat sejumlah pasal bermasalah dengan substansi perluasan ugal-ugalan (excessive) kewenangan kepolisian hingga menjadikannya institusi “superbody”.
Berdasarkan kajian terhadap draf revisi UU Polri yang diterima oleh masyarakat sipil terdapat berbagai catatan kritis terhadap pasal-pasal baru revisi UU Polri yang bermasalah, di antaranya revisi UU Polri akan semakin memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Juga hak untuk memperoleh informasi serta hak warga negara atas privasi terutama yang dinikmati di media sosial dan ruang digital Pasal 16 Ayat 1 Huruf (q) dari RUU Polri memperkenankan Polri untuk melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap ruang Siber.
Hal inilah yang tentu akan melahirkan pro dan kontra. Oleh karena itu, dalam menyatukan persepsi maka DPC Permahi Makassar merekomendasikan Kapolda Sulsel untuk menggelar Dialog Publik Tentang RUU Polri dengan melibatkan dan menggandeng stakholder Lembaga Kemahasiswaan dan Lembaga Pemuda serta lainnya sebagai alternatif terbaik. (*)