PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Awan gelap kembali menggantung di atas dunia pendidikan Sulawesi Selatan. Puluhan mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat BTP menggelar aksi unjuk rasa di SMA Negeri 21 Makassar dan Kantor Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan, Senin siang, 15 Juli 2025.
Mereka menuntut transparansi dan keadilan dalam proses penerimaan siswa baru di SMAN 21 Makassar yang dinilai sarat kejanggalan.
Dalam orasinya, Muhammad Ikhsan selaku Koordinator Lapangan (Korlap), menyoroti perubahan jumlah siswa dalam satu rombel yang sebelumnya diinformasikan diterima sebanyak 40 orang, namun belakangan hanya 36 orang yang dinyatakan lolos.
Aliansi menilai, perubahan itu tidak hanya janggal, tapi juga mencerminkan lemahnya komitmen pihak sekolah dan panitia Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) dalam menyampaikan informasi kepada publik.
“Kami menduga telah terjadi praktik manipulatif dalam proses penerimaan siswa baru. Masyarakat berhak tahu dan pendidikan tidak boleh dikelola seperti pasar gelap,” teriak Ikhsan di tengah kerumunan massa.
Lebih jauh, mereka menuding Dinas Pendidikan Sulsel gagal menjalankan mandat undang-undang yang menjamin hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya.
Realitas di lapangan, kata Ikhsan, menunjukkan akses pendidikan kini semakin terbatas hanya untuk mereka yang memiliki kuasa dan materi.
"Pendidikan bukan lagi tempat lahirnya pemimpin, tapi justru jadi ruang gelap yang meminggirkan anak-anak berdaya pikir namun tak punya daya beli," ujar koordinator lapangan, Ikhsan dalam orasinya.
Lanjut Ikhsan, Aliansi Masyarakat BTP juga menuntut Kepala Dinas Pendidikan Sulsel dievaluasi. Mereka menilai, sang pejabat telah memberikan informasi keliru kepada publik terkait kuota penerimaan siswa di SMAN 21 Makassar.
Berikut tuntutan lengkap Aliansi Masyarakat BTP :
1. Meminta panitia SPMB dan Kepala Sekolah SMAN 21 Makassar bertanggung jawab atas perubahan kuota penerimaan siswa dari 40 menjadi 36 orang.
2. Menuntut keterbukaan data penerimaan siswa baru di SMAN 21 Makassar secara menyeluruh dan akuntabel.
3. Mendesak evaluasi kinerja Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan karena diduga menyebarkan informasi yang tidak sesuai.
Gerakan ini, kata Ikhsan, bukan sekadar aksi protes, melainkan bentuk konsistensi pengawalan terhadap dunia pendidikan yang semakin hari kian eksklusif.
“Jika pendidikan hanya menjadi hak mereka yang mampu membayar, maka keadilan sosial sedang runtuh di depan mata,” tutup pernyataan Ikhsan itu.
Dalam aksi demonstrasi tersebut, Aliansi Masyarakat BTP juga melakukan penyegelan terhadap sekolah dengan mengelas pintu gerbang sebagai bentuk protes.
Sementara itu, warga sekitar sekolah, salah satunya Ibu Fatmawati, mengeluhkan rendahnya jumlah siswa dari lingkungan sekitar yang diterima di SMAN 21 Makassar.
"Hanya sekitar dua persen saja warga sekitar yang lolos, itu pun melalui jalur afirmasi," ujarnya.
Sekitar pukul 16.00 WITA, massa kemudian bergerak menuju Kantor Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan di Jalan Perintis Kemerdekaan.
Menanggapi hal tersebut, Kabid SMA Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Nur Kusuma mengungkapkan, kalau sesuai aturan, rombongan belajar (rombel) itu akan ditutup ketika mencapai 12, sedangkan satu rombel itu 36 siswa.
"Kami sudah mengusulkan ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkait wilayah-wilayah padat penduduk, supaya Sulsel bisa mendapatkan jatah 1/40 (1 kelas 40 siswa, red)," ucapnya saat menerima perwakilan demonstran di ruang kerjanya.
Dalam permen dikdasmen, lanjutnya, memungkinkan untuk mengisi rombel hingga 40 siswa, namun hal tersebut harus memiliki kriteria-kriteria atau aturan yang berlaku.
Saat ditanya oleh media ini terkait kebijakan yang diberikan kepada Aliansi Masyarakat BTP yang melakukan aksi unjuk rasa pada hari ini, Nur Kusuma mengatakan, kami telah mengusulkan ke Kemendikdasmen agar anak-anak kita di Sulsel bisa diakomodir di SMA-SMA Negeri.
"Ketika hal tersebut tidak memungkinkan (usulan ke Kemendikdasmen agar anak-anak di wilayah padat penduduk agar diakomodir di SMA-SMA Negeri, tidak diindahkan, red), maka anak-anak tersebut akan kita tempatkan di SMA Negeri 25," timpalnya.
Ketika ditanya lagi terkait nasib anak-anak calon siswa di wilayah BTP itu, ia menuturkan, setiap anak itu memiliki hak untuk menuntut ilmu yang layak dalam artian setiap anak itu harus sekolah.
Nur Kusuma juga tidak menampik, terdapat beberapa sekolah swasta diseputaran Bumi Tamalanrea Permai (BTP) yang telah bekerjasama dengan Disdik Sulsel.
"Nah, SMA-SMA Swasta tersebut bisa jadi alternatif bagi calon siswa di wilayah tersebut," Kabid SMA Disdik Sulsel, Muhammad Nur Kusuma menandaskan. (Hdr)