“Anak ini direkomendasikan menjalani rehabilitasi rawat jalan selama delapan sesi terapi. Ada juga jaminan dari orang tua, serta dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pekerja sosial,” ujar Herawati, Jaksa di Bidang Pidum Kejati Sulsel.
Kajari Takalar pun mengusulkan agar proses hukum terhadap SI dihentikan dan diganti dengan proses rehabilitasi.
Hal ini merujuk pada Pedoman Kejaksaan Nomor 18 Tahun 2021, yang membuka ruang penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika melalui pendekatan non-punitif.
Langkah ini sejalan dengan pernyataan Jaksa Agung, ST Burhanuddin, yang menekankan pentingnya aspek moral dalam penegakan hukum.
“Keadilan tidak hanya berasal dari peraturan hukum, tetapi juga berasal dari perasaan keadilan yang ada di dalam hati seseorang,” katanya.
Setelah disetujui, SI akan menjalani rehabilitasi di Balai BNNP Sulsel. Kejati juga meminta seluruh administrasi penyelesaian perkara segera dirampungkan agar SI dapat langsung mengikuti terapi.
Wakajati Sulsel, Robert M. Tacoy, turut mengingatkan agar seluruh proses RJ dilakukan secara bersih dan transparan.
“Jaga jangan sampai ada transaksional. Ini menyangkut kepercayaan pimpinan dan publik,” ucapnya.
Keadilan restoratif menjadi salah satu pendekatan yang kini makin sering digunakan kejaksaan dalam menangani perkara anak dan pengguna narkotika ringan.
Pendekatan ini diharapkan mampu memulihkan masa depan anak tanpa mengesampingkan tanggung jawab hukum yang proporsional, Wakajati Sulsel, Robert M. Tacoy, menandaskan. (Hdr)