PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyetujui penghentian penuntutan terhadap seorang anak berinisial SI, pelajar berusia 16 tahun asal Takalar yang terjerat perkara narkotika.
Penyelesaian perkara dilakukan melalui skema keadilan restoratif atau restorative justice (RJ), setelah dilakukan ekspose perkara di Kantor Kejati Sulsel, Rabu, 06 Agustus 2025.
Kepala Kejati Sulsel, Agus Salim, memimpin langsung ekspose bersama Wakil Kepala Kejati, Robert M. Tacoy, dan Kepala Seksi Narkotika Bidang Pidana Umum, Herawati.
Proses ini turut diikuti secara daring oleh Kepala Kejari Takalar, Muhammad Ahsan Thamrin, serta tim jaksa fasilitator.
"Atas nama pimpinan, kami menyetujui usulan RJ dari Kejari Takalar. Namun, proses rehabilitasi harus dipastikan berjalan. Lakukan pemantauan secara berkala, koordinasi dengan kepala desa dan camat," ujar Agus Salim.
SI, yang masih duduk di bangku sekolah, diduga melanggar Pasal 112 Ayat (1) Jo. Pasal 132 Ayat (1) atau Pasal 127 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pada 16 Juli 2025 lalu, SI tertangkap tangan hendak mengonsumsi sabu untuk kedua kalinya bersama rekannya. Ia menggunakan alat hisap rakitan dan ditangkap oleh Polres Takalar.
Namun, sejumlah pertimbangan membuat kejaksaan melihat kasus ini layak diselesaikan melalui keadilan restoratif.
SI dinyatakan sebagai pengguna rekreasional, bukan pengedar, dan tidak memiliki catatan pidana sebelumnya.
Hasil pemeriksaan laboratorium forensik menunjukkan urine SI positif mengandung metamfetamina.
Namun, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel menyatakan ia tidak terindikasi masuk dalam jaringan peredaran gelap.
“Anak ini direkomendasikan menjalani rehabilitasi rawat jalan selama delapan sesi terapi. Ada juga jaminan dari orang tua, serta dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pekerja sosial,” ujar Herawati, Jaksa di Bidang Pidum Kejati Sulsel.
Kajari Takalar pun mengusulkan agar proses hukum terhadap SI dihentikan dan diganti dengan proses rehabilitasi.
Hal ini merujuk pada Pedoman Kejaksaan Nomor 18 Tahun 2021, yang membuka ruang penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika melalui pendekatan non-punitif.
Langkah ini sejalan dengan pernyataan Jaksa Agung, ST Burhanuddin, yang menekankan pentingnya aspek moral dalam penegakan hukum.
“Keadilan tidak hanya berasal dari peraturan hukum, tetapi juga berasal dari perasaan keadilan yang ada di dalam hati seseorang,” katanya.
Setelah disetujui, SI akan menjalani rehabilitasi di Balai BNNP Sulsel. Kejati juga meminta seluruh administrasi penyelesaian perkara segera dirampungkan agar SI dapat langsung mengikuti terapi.
Wakajati Sulsel, Robert M. Tacoy, turut mengingatkan agar seluruh proses RJ dilakukan secara bersih dan transparan.
“Jaga jangan sampai ada transaksional. Ini menyangkut kepercayaan pimpinan dan publik,” ucapnya.
Keadilan restoratif menjadi salah satu pendekatan yang kini makin sering digunakan kejaksaan dalam menangani perkara anak dan pengguna narkotika ringan.
Pendekatan ini diharapkan mampu memulihkan masa depan anak tanpa mengesampingkan tanggung jawab hukum yang proporsional, Wakajati Sulsel, Robert M. Tacoy, menandaskan. (Hdr)