PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Penantian panjang lima tahun akhirnya berbuah manis bagi Ishak Hamsah, cucu dari Soeltan bin Soemang. Pengadilan Negeri (PN) Makassar mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukannya dan menyatakan penetapan tersangka oleh penyidik Polrestabes Makassar tidak sah serta cacat hukum.
Putusan tersebut dibacakan pada Kamis (28/8/2025) melalui perkara Nomor 29/Pid.Pra/2025/PN Mks. Hakim tunggal menegaskan seluruh proses penyidikan yang dilakukan terhadap Ishak tidak memiliki kekuatan hukum dan memerintahkan pemulihan hak-haknya sebagai warga negara.
Sejak 2023, Ishak harus menjalani status tersangka atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan sebagaimana Pasal 167 KUHP dan penggunaan surat palsu Pasal 263 ayat 2 KUHP. Namun proses penyidikan berjalan tanpa kepastian hukum hingga kurang lebih lima tahun lamanya, membuat hidupnya berada dalam ketidakpastian.
“Bayangkan, selama bertahun-tahun klien kami hidup dalam stigma. Ia ditetapkan sebagai tersangka tanpa dasar yang jelas, reputasinya rusak, dan hak-haknya terampas. Hari ini pengadilan membuktikan bahwa keadilan masih ada,” kata kuasa hukum Ishak, Wawan Nur Rewa, S.H.
Majelis hakim dalam amar putusan menyatakan penetapan tersangka terhadap Ishak batal demi hukum. Segala tindakan penyidikan, penahanan, maupun keputusan yang lahir dari penetapan tersebut juga dinyatakan tidak sah serta wajib dihentikan oleh Polrestabes Makassar maupun Kejaksaan Negeri Makassar selaku termohon.
Selain itu, pengadilan memerintahkan pemulihan kedudukan, harkat, dan martabat Ishak, serta menghukum pihak termohon untuk menanggung biaya perkara sesuai ketentuan hukum. Putusan ini sekaligus mengakhiri polemik panjang yang menjerat dirinya sejak awal kasus bergulir.
Kuasa hukum memberikan apresiasi atas sikap objektif dan keberanian hakim dalam menegakkan keadilan. “Kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pimpinan dan hakim PN Makassar. Putusan ini bukan hanya kemenangan bagi klien kami, tetapi juga menjadi harapan bagi masyarakat,” ujar Wawan.
Bagi Ishak, putusan ini adalah titik balik. Ia mengingat jelas bagaimana sempat ditahan 58 hari di Rutan Polrestabes Makassar tanpa kepastian hukum. Kini, nama baiknya dipulihkan dan ia dapat melanjutkan hidup tanpa beban status tersangka.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa hukum seharusnya berdiri tegak sebagai pelindung, bukan alat kriminalisasi. Putusan PN Makassar pun menegaskan kembali bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum yang adil.
“Keadilan akan melahirkan keadilan itu sendiri. Apa yang dialami Ishak adalah bukti bahwa perjuangan panjang pada akhirnya bisa menghasilkan kebenaran,” tutup Wawan Nur Rewa. (*Rz)