Dari hasil penyelidikan, polisi menyita sejumlah barang bukti yang diduga digunakan maupun diambil saat aksi perusakan, di antaranya:
1 unit sepeda motor Aerox, 1 unit mobil, dan sejumlah peralatan seperti bambu, besi, balok, hingga sekop.
Perabot kantor berupa kursi kerja, kipas angin, dan kulkas.
3 unit ponsel (Samsung J7, Oppo, Vivo) yang diduga digunakan untuk berkomunikasi saat aksi.
12 flashdisk berisi rekaman CCTV dan foto peristiwa pembakaran.
Ancaman Hukuman
Polda Sulsel menjelaskan sejumlah pasal yang menjerat para tersangka.
Pasal 170 KUHP: kekerasan bersama terhadap orang atau barang, ancaman 5 tahun 6 bulan penjara.
Pasal 363 KUHP: pencurian dengan pemberatan, ancaman 7 tahun penjara.
Pasal 187 KUHP: pembakaran, ancaman 12–20 tahun penjara atau seumur hidup bila mengakibatkan korban jiwa.
Pasal 160 KUHP: penghasutan, ancaman 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Pasal 45A ayat (2) UU ITE: penyebaran informasi bermuatan kebencian, ancaman 6 tahun penjara.
Situasi di Lapangan
Menurut polisi, massa yang terlibat aksi perusakan diperkirakan mencapai 2.000 hingga 3.000 orang di masing-masing lokasi. Target utama mereka bukan hanya gedung DPRD, melainkan juga aparat kepolisian yang berseragam. Hal ini membuat pasukan kepolisian di lapangan terpaksa mundur demi menghindari bentrokan langsung.
“Situasi saat itu sudah tidak terkendali karena massa jumlahnya jauh lebih banyak. Polisi menjadi target utama, sehingga kami melakukan pengamanan dengan cara menjauh dari titik konsentrasi massa. Kami bahkan meminta bantuan TNI, namun sempat terhambat karena akses jalan dipenuhi massa,” ungkap perwira di lapangan.
Polisi masih terus melakukan penyelidikan, termasuk mengidentifikasi aktor penghasut yang menggerakkan massa melalui media sosial. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah, terutama terhadap pihak yang diduga menjadi penadah barang hasil kejahatan. (And)