Lebih jauh, Arifin mengaku sudah mengeluarkan modal lebih dari Rp1 miliar untuk membangun dapur dan menopang penyediaan makanan selama hampir tiga bulan. Kini, pengadaan operasional dikendalikan penuh lewat sistem Virtual Account oleh SPPG.
Ia bahkan mengaku ditekan untuk mencari bahan makanan dengan harga jauh lebih murah dari pemasok. “Saya diminta cari suplier yang lebih murah, padahal kualitas makanan untuk anak-anak tidak boleh ditawar,” tambahnya.
Situasi ini menimbulkan dugaan adanya praktik tidak sehat di balik mekanisme pengadaan. Ketua LSM Lantiknal, Ismail Situru, SH, menilai terlalu jauh jika SPPG ikut menentukan jalur pemasok. “Patut diduga ada oknum yang ingin bermain untuk kepentingan pribadi. Kami akan investigasi lebih dalam,” tegasnya.
Kritik ini seharusnya menjadi alarm bagi BGN dan pemerintah pusat. Anak-anak sekolah tidak boleh menjadi korban akibat kebijakan teknis yang tidak transparan, apalagi jika ada indikasi penyimpangan anggaran. Program prioritas Presiden jangan sampai rusak di tingkat pelaksana.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak SPPG Panakkukang belum dapat dikonfirmasi. Telepon wartawan tidak diangkat, menambah panjang daftar pertanyaan publik soal transparansi dan keseriusan dalam menjalankan program makan gratis bagi anak-anak bangsa.