Merawat Luwu Timur : Miniatur Indonesia di Timur Sulawesi Selatan

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh: Yulius (Luwu Timur)

PEDOMANRAKYAT, Pada tanggal 12 September 2025 lalu, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur bersama Balai Litbang Agama Makassar menggelar ekspos awal hasil survei Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) tahun 2025. Kegiatan ini berlangsung di Aula Balai Litbang Agama Makassar dan menghadirkan perwakilan dari 11 kecamatan, Badan Kesbangpol, Inspektorat, Bapperida Luwu Timur, serta ASN dan NPASN Balai Litbang Agama Makassar.

Dari forum itulah tersaji sebuah angka 80,84 persen. Nilai yang menegaskan bahwa kerukunan umat beragama di Luwu Timur berada pada kategori Sangat Tinggi.

Apa artinya ? Sederhana. Di tengah segala hiruk pikuk politik, ekonomi, dan perbedaan yang kadang terasa tajam, masyarakat Luwu Timur tetap memilih untuk hidup berdampingan. Tetap memilih untuk saling menyapa, bukan saling mencurigai.

Saya menyimak dengan seksama ungkapan Kepala Balai Litbang Agama Makassar, Dr. H. Saprillah. Saat menyampaikan sambutan saat acara pembukaan, beliau menyampaikan kalimat pendek yang dalam : “Toleransi itu seperti cinta, tidak bisa didefinisikan.” Benar juga. Kerukunan tidak bisa dipaksa, ia lahir dari hati. Seperti cinta, ia tumbuh jika dipelihara.

Hasil survei ini tidak main-main. Melibatkan 1.117 responden dari 128 desa dan kelurahan. Menyentuh hampir semua lapisan masyarakat. Metodenya juga jelas : tiga dimensi penting toleransi, kesetaraan, dan kerjasama. Ketiganya bukan hanya istilah dalam dokumen, tapi napas sehari-hari masyarakat Luwu Timur.

Inilah yang membuat Luwu Timur sering dijuluki “Indonesia mini”. Ada 27 anak suku bangsa. Ada beraneka budaya. Ada beragam agama. Semua berkumpul di sini. Seperti sedang menonton film Indonesia dalam versi ringkas. Bedanya, ini bukan layar lebar, ini kehidupan nyata.

Tentu, menjaga kerukunan tidak mudah. Sekretaris Badan Kesbangpol Luwu Timur, Alfian Bakran, sudah mengingatkan: ancaman itu tetap ada. Politisasi agama, diskriminasi kecil-kecilan, pemahaman regulasi yang lemah. Semua bisa jadi bara. Tapi bara tidak akan jadi api kalau kita sepakat untuk tidak meniupnya.

1
2TAMPILKAN SEMUA
Baca juga :  Kapolri Lepas Pesepeda yang Pecahkan Rekor MURI, Gowes Sejauh 508 Km

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Dialog Publik YPUP: Menghidupkan Kembali Ruh Literasi di Kampus Makassar

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Yayasan Pendidikan Ujung Pandang (YPUP) menggelar Dialog Publik bertema “Membaca, Membaca, Berbicara” pada Sabtu, 20...

Camat Tomoni Timur dan Kepala Desa Hadiri Perayaan Natal di Purwosari

PEDOMANRAKYAT, TOMONI TIMUR — Perayaan Natal umat Kristiani di Desa Purwosari, Kecamatan Tomoni Timur, Kabupaten Luwu Timur, berlangsung...

Sabtu Sehat Juara Tomoni Timur Digelar di Desa Cendana Hitam Timur

PEDOMANRAKYAT, TOMONI TIMUR — Kegiatan Sabtu Sehat Juara (SSJ) Kecamatan Tomoni Timur kembali digelar dengan melibatkan aparatur pemerintah...

Jembatan Etika Dekolonial Glokal Solusi Problem Media Baru

Oleh: Dr. Zulkarnain Hamson, S.Sos. M.Si (Peneliti Jurnalisme dan Media) Riset disertasi sejak 2020 hingga 2025, menyimpulkan Dalam era...