PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Gereja Segala Bangsa (Gesba) lahir secara otonom pada 20 September 1947 di Makassar. Gereja ini dirintis oleh Thoeng Goan Soei, seorang Hulp Evangelist dari “De Gemeenten Van God Nederlandsch Indie” yang sebelumnya telah diangkat sebagai Voorzitter melalui Besluit Nomor 33 di Buitenzorg pada 14 November 1938. Tonggak sejarah ini menjadi titik awal perjalanan panjang Gesba yang hingga kini tetap kokoh berdiri.
Pada perjalanannya, Gereja Segala Bangsa terus memperkuat fondasi legalitas dan organisasi. Tercatat, pada 14 Desember 1974, Pdt. Jantung Gindru Alam mendaftarkan kembali gereja ini melalui surat keterangan dari Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag RI. Langkah ini dilanjutkan dengan penyesuaian anggaran dasar terhadap UU No. 8 Tahun 1985 yang dituangkan dalam akta notaris Siske Limowa, SH, pada 15 Maret 1988 di Ujung Pandang. Akhirnya, pada 7 Juni 1988, Gesba resmi terdaftar sebagai lembaga keagamaan di Jakarta.
Kini, pusat kedudukan Gereja Segala Bangsa tetap berada di Makassar, namun pelayanan dan jemaatnya telah tersebar luas di seluruh Indonesia. Bahkan, pertumbuhan cabang tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga merambah ke luar negeri, membuktikan bahwa api pelayanan ini terus menyala menembus batas bangsa.
Menurut Pdt. Daniel S. Kusbin, visi utama yang dipegang teguh Gesba adalah menjadi rumah doa bagi segala bangsa. Gereja hadir untuk mendoakan pemerintah, bangsa, dan kesejahteraan kota. “Kehadiran kita adalah untuk berdoa, karena doa adalah nafas hidup dan kekuatan kita,” ujarnya penuh keyakinan.