Belajar dari Perjalanan Sebutir Beras: Dari Sawah hingga ke Meja Makan

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Bayangkan sejenak: ketika sendok nasi kita suapkan ke mulut, sebenarnya kita sedang menyantap cerita panjang. Ada kisah air yang mengalir di pematang. Ada jejak lumpur di kaki petani. Ada nyanyian jangkrik dan desau angin yang menemani padi bertumbuh. Ada panas matahari dan dinginnya malam sawah yang memeluk. Semua itu melebur menjadi nasi, menjadi tenaga yang membuat kita bisa berlari, bekerja, dan bermimpi.

Sebutir beras adalah cermin kehidupan. Ia mengajarkan kita tentang kerendahan hati, tentang perpisahan yang tak terelakkan, tentang keberanian menempuh jalan berbeda, dan tentang kesetiaan pada tujuan akhir. Tak peduli bagaimana perlakuan yang diterima, akhirnya ia sampai juga di meja makan, memberi kehidupan kepada manusia.

Di meja makan, beras tidak lagi bercerita tentang dirinya. Ia sudah rela melebur, berubah menjadi nasi, menghilang dalam tubuh kita. Tapi bukankah itu makna sejati dari pengabdian? Memberi tanpa menuntut, hadir tanpa harus dikenal, menyatu dalam kehidupan manusia tanpa menyisakan tanda tanya.

Dan kita, manusia, yang setiap hari menyuapkan nasi ke dalam mulut, seharusnya tak pernah lupa: di balik sebutir beras, ada pelukan bumi, ada timangan air, ada sahabat bernama petani. Mereka semua adalah bagian dari hidup kita.

Sebutir beras adalah doa yang menjadi nyata. Dari tanah ia lahir, dalam keringat petani ia tumbuh, di meja makan ia menjadi kehidupan. Lalu dalam tubuh kita, ia berubah menjadi energi untuk menanam kembali kehidupan. Siklus itu terus berulang, sebagaimana bumi yang tak pernah letih memberi.

Maka, setiap kali kita menatap sepiring nasi, semestinya kita berbisik lirih: terima kasih. Kepada benih yang menjadi awal. Kepada tanah yang memeluk. Kepada air yang menimang. Kepada udara yang menghidupkan. Kepada matahari yang menguatkan. Kepada petani yang setia. Kepada pedagang yang mengantarkan. Kepada ibu-ibu yang menanam dengan kasih dan menyiapkan dengan cinta. Semua mereka hadir dalam nasi yang kita santap.

Baca juga :  Satlinmas Tomoni Timur Gelar Patroli Malam Rutin, Pastikan Wilayah Tetap Kondusif dan Tertib

Dan pada akhirnya, nasi di meja makan bukan sekadar makanan, melainkan keberkahan yang dirajut bersama.

Doa itu pun berbisik dalam hati kita:
“Ya Allah, berkahilah rezeki yang Engkau hidangkan di hadapan kami ini. Di dalam sebutir nasi ini ada jasa benih yang Kau hidupkan, tanah yang Kau suburkan, air yang Kau alirkan, udara yang Kau tebarkan, matahari yang Kau pancarkan, petani yang Kau teguhkan, pedagang yang Kau gerakkan, dan ibu-ibu yang Kau titipkan cinta. Jadikanlah nasi yang kami santap ini sumber tenaga untuk beribadah, berkarya, dan berbagi kehidupan. Jangan biarkan ada yang lapar di bumi-Mu karena kelalaian kami. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi Rezeki lagi Maha Penyayang.” (***)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Putra Mahkota Gowa Gerakkan Revitalisasi Nilai Budaya di Hari Jadi Gowa

PEDOMANRAKYAT, GOWA — Dalam rangka memperingati Hari Jadi Gowa, Putra Mahkota Pati Matarang Kerajaan Gowa, Andi Muhammad Imam...

Pembangunan Jalan Dipersoalkan, Mana Amdal?

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Isu tata kelola proyek infrastruktur kembali menjadi sorotan publik di Makassar. Seorang warga, Richard P....

Bisolpin Siap Diluncurkan, Startup EdTech Berbagai Fitur Bidik Pemerataan Akses Bimbel Digital Nasional

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Platform bimbingan belajar digital Bisolpin (Bimbingan Belajar Solusi Pintar) bersiap mengadakan soft launching dalam waktu...

Sanghadana Kathina 2569 TB/2025 M Dipadati Umat Buddha

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Seratus tujuh puluh lima umat Buddha Kota Makassar antusias mengikuti Sanghadana Masa Kathina 2569 TB/2025...