PEDOMANRAKYAT, JAKARTA - Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi sorotan internasional. Bukan sekadar ritual tahunan seorang kepala negara, pidato tersebut dinilai sebagai momentum penting yang menampilkan gaya kepemimpinan tegas, percaya diri, dan berakar pada kebenaran moral.
“Inilah retorika khas yang membuat pidato Presiden Prabowo bukan hanya terdengar, tetapi juga dirasakan. Ia menggunakan kutipan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai landasan moral, menegaskan bahwa kesetaraan manusia bukan sekadar jargon, melainkan prinsip yang harus diperjuangkan,” ujar Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, di Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Menurut Harris yang juga Ketua Umum Ikatan Alumni Doktor Ilmu Hukum (IADIH), salah satu poin paling menonjol adalah keberanian Prabowo menyuarakan keadilan bagi Palestina. Meski demikian, Prabowo juga menekankan pentingnya menghormati keamanan Israel.
“Inilah keseimbangan diplomatik yang jarang disentuh secara terbuka. Berpihak pada keadilan tanpa menutup pintu dialog. Posisi ini menegaskan Indonesia sebagai jembatan moral yang tetap tegak di atas prinsip, tetapi tidak menutup diri dari realitas geopolitik,” jelas Harris yang juga Wakil Rektor Universitas Jayabaya.
Pidato Prabowo ditutup dengan salam lintas agama: “Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Shalom, Om Shanti Shanti Om, Namo Buddhaya.” Bagi Harris, penutup sederhana tersebut sarat makna.
“Dalam satu tarikan napas, Prabowo memproyeksikan wajah Indonesia sebagai bangsa multikultural, religius, dan toleran. Dunia melihat bahwa Indonesia tidak hanya berbicara soal HAM dan keadilan, tetapi juga menjadi contoh nyata pluralisme yang hidup,” ujarnya.
Mikrofon Mati, Pesan Tetap Sampai
Harris menambahkan, insiden mikrofon yang sempat mati karena aturan teknis waktu lima menit tidak menghalangi pesan Prabowo. “Peristiwa ini bisa dibaca sebagai simbol, meskipun ada batasan, pesan kebenaran selalu menemukan jalannya,” kata Harris.
Sorotan media internasional pun ikut memperkuat resonansi pidato tersebut. Media Israel menyoroti penggunaan salam “Shalom”, sementara publik global menilai keberanian Prabowo menyuarakan isu Palestina sebagai langkah konstruktif.
“Bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka memberikan komentar positif. Ia menilai gaya penyampaian Prabowo tegas, lugas, dan mampu merepresentasikan suara bangsa besar di hadapan dunia,” ungkap Harris yang juga Wakil Ketua Umum DPN PERADI.
Momentum Baru Diplomasi Indonesia
Menurut Harris, momentum ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan suara moral yang independen di tengah rivalitas geopolitik. Pidato Prabowo di PBB bukan sekadar seremoni, melainkan pernyataan sikap politik luar negeri Indonesia.
“Dunia melihat Indonesia, melalui Prabowo, berani tampil percaya diri, menggabungkan moralitas universal, kepentingan nasional, dan strategi diplomatik yang seimbang. Inilah diplomasi kebenaran,” pungkasnya. ( ab )