PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Tidak banyak sosok wanita pengusaha di Makassar yang mau meluangkan waktunya menulis buku. Mampu menyisihkan waktu di tengah kesibukannya berpengusaha. Mungkin banyak orang bertanya, buat apa menulis buku? Kok sudah mapan sebagai pengusaha masih menulis buku. Dia mengakui, buku ini hanyalah sebuah refleksi perjalanan hidup. Bagaimana sebuah mimpi semula diremehkan. Dipandang sebelah mata, bahkan dianggap mustahil.
“Perlahan-lahan Allah wujudkan dengan cara-Nya yang indah,” tulis wanita pengusaha inspiratif ini, Heny Suhaeny, S.Kom, M.Si., dalam pengantar bukunya bertajuk “Mimpi yang Tak Dianggap” yang diluncurkan di BSI UMKM Center Jl. Sungai Saddang 40 Makassar, Senin (6/10/2025) siang.
Katanya lagi, “Perjalanan saya bukanlah kisah glamor seorang pengusaha, melainkan rangkaian jatuh bangun, luka, airmata, doa, dan keyakinan bahwa setiap mimpi yang dititipkan Allah tidak pernah sia-sia. Dari peran kecil sebagai karyawan, hingga akhirnya dipercaya menjadi pemimpin dan pendiri perusahaan sendiri. Semua terjadi bukan semata karena kemampuan saya. Itu karena izin dan pertolongan Allah swt”.
Lulusan S-1 STIMIK Handayani Makassar ini juga ingin berbagi, Bisnis ini sejatinya bukan sekadar mengejar glamor harta dan popularitas, Bisnis adalah jalan memberi manfaat, Menjadi perantara rezeki bagi banyak orang. Pun ladang amal yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya,” itulah beberapa kalimat yang mengantar kehadiran bukunya yang dipaparkan Heny Suhaeny.
“Burung merpati terbang melayang/hinggap sejenak di dahan jati/Mimpi yang tak dianggap kini dikenang/Semoga memberi inspirasi sepanang hari/,” Heny Suhaeny membuka kata sambutannya dengan seuntai puisi. Jika lazimnya audiens merespons pantun seperti ini dengan serentak berucap “cakep”, tetapi Heny Suhaeny mengubahnya dengan agar audiens merespons dengan kata “glowing” (bersinar/bercahaya). Tepuk tangan yang hadir, termasuk peserta dari Sidrap, dari Bone yang kebetulan memperoleh hadiah umrah, dari Maros, bahkan dari Pontianak, menggemuruh di aula bagian belakang BSI Jl. S.Saddang tersebut.
Heny Suhaeny mengakui, dia menulis bukan untuk mencari keuntungan dan popularitas. Sebelum buku ini diluncurkan sudah banyak yang memesan. Ada dari Jawa Tengah, sampai Palembang. Jika ada keuntungan dari penjualan buku ini, lulusan magister Universitas Indonesia Timur (UIT) ini sudah berkomitmen akan menyalurkannya untuk kegiatan sosial.
“Saya menulis, karena ingin meninggalkan jejak buat anak cucu. Ketika nanti saya sudah tiada, bukan hanya foto yang bisa dilihat, melainkan juga ada yang bisa dibaca,” ujar perempuan yang memiliki pengalaman 13 tahun berkecimpung di dunia usaha ini.
Heny Suhaeny mengakui, dirinya adalah seorang perempuan yang lulus dari universitas cobaan hidup. “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya,” kata Heny Suhaeny mengutip firman Allah swt surah Ar-Rad ayat 11 dalam Alquran, kemudian menambahkan, ayat itulah yang dipegang hingga mampu bangkit.
Dia pernah bermimpi dan yakin akan menjadi suatu kenyataan bagi dirinya sendiri. Allah memiliki cara yang luar biasa untuk membalas doa seseorang. Ini merupakan perjalanan panjang yang penuh liku-liku. Penuh perjuangan, airmata, pada saat dia sendiri. Ada pada malam-malam tidak langsung dijawab. Tetapi, satu per satu dijawab-Nya.
“Menulis bukan untuk dikenang, melainkan untuk menitip jejak, sekecil apa pun tetapi berarti,” ujar perempuan yang pernah sebagai menjabat Ketua Bidang Pertanian Apindo dan Presiden Lions Club Makassar Network plus anggota Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) ini.
Buku setebal 197 halaman yang dicetak di atas kertas “Houtvrij Schrijfpapier” (HVS) -- bahasa Belanda-- berarti ‘kertas bebas serat kayu” (terbuat dari pulp kimia tanpa menggunakan serat kayu), terdiri atas 10 bab plus satu bagian “Kata Mereka tentang Heny Suhaeny”.
Bab I dengan judul “Bangkit itu” berisi pengalaman hidup penulis yang sangat sarat derita dan luka. Setidaknya terdapat enam kali kata /luka/ tertuang di dalam buku ini.
Dua puluh judul menghiasi bab ini. Pada bab ini, terdapat 7 kata “mimpi” plus 1 kata “impian” yang mendukung judul buku. Mimpi yang publik pahami sebagai ‘bunga-bunga tidur’, ternyata mampu berwujud realitas bagi seorang Heny Suhaeny. Pada bab ini merupakan gambaran derita penulis. Penderitaan itu direpresentasikan oleh diksi :jatuh, luka, airmata, diuji. Namun dia mampu bangkit di tengah ujian dan doa, menemukan cahaya.
Gambaran perjuangan Heny Suhaeny terakumulasi secara dominan dan signifikan pada bab awal ini. Oleh sebab itu, perjalanan kisah hidupnya tersebar pada 20 judul tulisan yang layak disimak.
“Mimpi yang Tidak Dianggap”, ini sebenarnya dijawab oleh apa yang dikemukakan Robert K. Green Leaf, seorang eksekutif bisnis dan konsultan kepemimpinan Amerika, pendiri gerakan kepemimpinan pelayan.
Dalam bukunya yang terkenal “Servant Leadeship” konsultan kelahiran 1904 dan meninggal 1990 mengatakan, tidak ada hasil besar tanpa mimpi besar. Kita tidak saja dituntut memiliki mimpi-mimpi, tetapi juga bagaimana mewujudkan mimpi-mimpi tersebut. Agaknya, Heny Suhaeny telah mewujudkan kata-kata Green Leaf tersebut.
Bertindak sebagai pemberi komentar buku karya ibu satu anak ini, masing-masing Prof.Dr. H. Muh. Asdar, SE, M.Si. CWM (Presiden Profas Institute yang juga Ketua Senat FEB Unhas), Asrul Sani Abu, SE, MM., (Author & Eentrepreneur --PT Tjorauleng Maega Berkah dan Ketua Bidang Hubungan Internasional Apindo Sulsel), dan Rahman Rumaday, S.IP, (Founder K-apel dan Kampus Lorong K-apel) dipandu Dr. Dirk Sandarupa, M.Hum, MCE (Rektor Kampus Lorong K-apel/Dosen Pariwisata Pariwisata Unhas). Acara yang dipandu ‘Master of Ceremony” (MC) Risnawary Anwas, SKM, M.Kes. ini dihadiri Kepala Dinas Perpustakaan Kota Makassar Dr. Aryati Puspasari Abady, S.Pi.,M.Si, Ketua Apindo Sulsel, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Sulsel Mahmud Lambang, Ketua Ikatan Penulis Muslim Indonesia (IPMI) Sulsel M. Amir Jaya, dan sejumlah peserta lintas profesi.
Dari diskusi ini Prof. Muh. Asdar menginisiasi lahirnya Gerakan Pengusaha Penulis Buku (GPPB) dengan para pendamping yang hadir dalam forum tersebut.
“Jika terwujud kelak, Ini menjadi yang pertama di Indonesia,” ucap Prof. Asdar.
Mengawali acara diskusi, Heny Suhaeny secara simbolis menyerahkan buku antara lain kepada Prof. Dr. H. Muh. Asdar, Kepala Dinas Perpustakaan Kota Makassar, Ketua Apindo Sulsel, akademisi, penulis, dan wartawan senior M. Dahlan Abubakar, Ketua IPMI Sulsel, dan Ibu Nurhayati Abu Djaropi. Di penghujung acara M. Dahlan Abubakar pun menyerahkan satu dari 45 judul buku karyanya kepada Heny Suhaeny. (mda).