Namun perjalanan hukum kedua orang itu berbeda. Hamsul HS sempat lolos dari jerat TPPU setelah dikabulkan permohonan praperadilannya oleh Pengadilan Negeri Makassar pada 30 September 2025 lalu.
Hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Hamsul tidak sah secara formil dan memerintahkan penghentian penyidikan.
Kendati begitu, penyidik Polda Sulsel menegaskan hasil penelusuran dana tetap utuh. “Bukti aliran dana ada semua. Kami tetap optimistis perkara ini berlanjut,” kata Kompol Zaki.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar, Dr. Jermias Rarsina, menilai putusan praperadilan terhadap Hamsul tidak serta-merta menggugurkan substansi perkara TPPU.
“Praperadilan hanya menguji prosedur, bukan isi perkara. Jika penyidik memperbaiki prosedur dan alat bukti, penetapan tersangka bisa dilakukan kembali,” ujarnya kepada media ini.
Menurut Jermias, justru putusan penggelapan yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi fondasi hukum yang kuat bagi penyidikan TPPU Sulfikar.
“Uang hasil kejahatan itu nyata ada. Yang diuji dalam praperadilan hanya aspek formil, bukan fakta pidananya,” katanya menambahkan.
Meski pelimpahan berkas sudah dilakukan, publik kini menyoroti lambannya kinerja penyidik Polda Sulsel dalam menuntaskan proses penyidikan.
Sejumlah kalangan hukum menilai kasus ini menguji komitmen aparat dalam menangani kejahatan keuangan yang kompleks.
“Transparansi dan koordinasi antar penegak hukum menjadi kunci,” kata Jermias.
Kasus TPPU Sulfikar kini menjadi sorotan di Makassar, bukan semata karena nilai dananya, tetapi karena mencerminkan seberapa serius aparat penegak hukum menindak kejahatan keuangan di daerah.
Publik menunggu, apakah kali ini prosesnya akan melaju mulus menuju meja hijau, atau kembali tersendat di belantara birokrasi penegakan hukum, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar, Dr. Jermias Rarsina, menandaskan. (Hdr)