PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Setelah molor dari jadwal yang dijanjikan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulawesi Selatan akhirnya melimpahkan berkas perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Sulfikar ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel).
Pelimpahan ini sekaligus mengakhiri spekulasi publik soal mandeknya penanganan kasus tersebut.
Berkas perkara itu tiba di kantor Kejati Sulsel pada Rabu sore, 8 Oktober 2025, sekira pukul 15.40 Wita, dan langsung diterima oleh Bidang Pidana Umum.
“Berkasnya baru datang sore ini,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, ketika dikonfirmasi media ini melalui sambungan telepon, Rabu (08/10/2025).
Pelimpahan ini sempat menjadi sorotan lantaran Polda Sulsel sebelumnya menjanjikan pengiriman tahap pertama sejak awal pekan.
Namun, proses baru terealisasi dua hari kemudian. Kompol Zaki, Kepala Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, berdalih keterlambatan itu disebabkan oleh penyempurnaan dokumen penyitaan aliran dana.
“Semua barang bukti aliran dana sudah lengkap, tinggal jaksa yang menilai,” ujarnya.
Dengan diterimanya berkas oleh kejaksaan, perkara Sulfikar kini memasuki babak penting.
Jaksa penuntut umum akan memeriksa kelengkapan formil dan materiil hasil penyidikan dalam waktu tujuh hari, sebagaimana diatur dalam Pasal 110 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Jika berkas dinilai belum lengkap, jaksa akan mengembalikannya disertai petunjuk atau P-19. Namun bila telah memenuhi syarat, penyidik diwajibkan menyerahkan tersangka beserta barang bukti untuk tahap penuntutan di pengadilan.
Sulfikar bukan nama asing dalam dunia hukum Makassar. Ia sebelumnya divonis bersalah dalam perkara penggelapan bersama Hamsul HS, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 582/Pid.B/2022/PN Mks tanggal 27 Juli 2022.
Putusan itu dikuatkan oleh Mahkamah Agung, yang menghukum keduanya tiga tahun enam bulan penjara. Dari kasus tersebut, penyidik kemudian menelusuri aliran dana yang diduga disamarkan, hingga mengarah ke dugaan tindak pidana pencucian uang.
Namun perjalanan hukum kedua orang itu berbeda. Hamsul HS sempat lolos dari jerat TPPU setelah dikabulkan permohonan praperadilannya oleh Pengadilan Negeri Makassar pada 30 September 2025 lalu.
Hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Hamsul tidak sah secara formil dan memerintahkan penghentian penyidikan.
Kendati begitu, penyidik Polda Sulsel menegaskan hasil penelusuran dana tetap utuh. “Bukti aliran dana ada semua. Kami tetap optimistis perkara ini berlanjut,” kata Kompol Zaki.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar, Dr. Jermias Rarsina, menilai putusan praperadilan terhadap Hamsul tidak serta-merta menggugurkan substansi perkara TPPU.
“Praperadilan hanya menguji prosedur, bukan isi perkara. Jika penyidik memperbaiki prosedur dan alat bukti, penetapan tersangka bisa dilakukan kembali,” ujarnya kepada media ini.
Menurut Jermias, justru putusan penggelapan yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi fondasi hukum yang kuat bagi penyidikan TPPU Sulfikar.
“Uang hasil kejahatan itu nyata ada. Yang diuji dalam praperadilan hanya aspek formil, bukan fakta pidananya,” katanya menambahkan.
Meski pelimpahan berkas sudah dilakukan, publik kini menyoroti lambannya kinerja penyidik Polda Sulsel dalam menuntaskan proses penyidikan.
Sejumlah kalangan hukum menilai kasus ini menguji komitmen aparat dalam menangani kejahatan keuangan yang kompleks.
“Transparansi dan koordinasi antar penegak hukum menjadi kunci,” kata Jermias.
Kasus TPPU Sulfikar kini menjadi sorotan di Makassar, bukan semata karena nilai dananya, tetapi karena mencerminkan seberapa serius aparat penegak hukum menindak kejahatan keuangan di daerah.
Publik menunggu, apakah kali ini prosesnya akan melaju mulus menuju meja hijau, atau kembali tersendat di belantara birokrasi penegakan hukum, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar, Dr. Jermias Rarsina, menandaskan. (Hdr)