PEDOMANRAKYAT, MASAMBA - Melahirkan, sebuah kata yang akrab diucapkan dalam berbagai bahasa dan budaya, namun tidak semua perempuan di dunia berkesempatan untuk mengalaminya. Sebuah proses yang secara universal dimaknai sebagai awal kehidupan baru, tetapi di baliknya tersimpan ragam kisah, persepsi, dan luka yang tak selalu tampak di permukaan.
Dalam beberapa dekade terakhir, istilah caesar atau operasi sesar kian dikenal luas. Prosedur medis ini adalah cara melahirkan bayi melalui pembedahan pada tujuh lapisan perut. Namun di tengah kemajuan ilmu kedokteran, masih banyak yang terjebak dalam mitos lama—bahwa melahirkan sejatinya hanya sah jika bayi “keluar secara alami” melalui vagina. Pandangan itu kerap menjadi beban psikologis bagi perempuan yang harus menjalani operasi caesar, bahkan sampai muncul anggapan sinis: “perempuan caesar tidak melahirkan seutuhnya.”
Kalimat seperti itu terdengar sarkastik dan menyakitkan, terutama bagi mereka yang telah berjuang mempertaruhkan nyawa di meja operasi.
Tanggal 28 September 2025 RSUD Andi Djemma Masamba, Luwu Utara, seorang perempuan memasuki ruang operasi dengan tubuh yang pasrah namun penuh harap. “Saya menyaksikan pisau-pisau merobek kulit dengan sengaja setelah jarum panjang menusuk bagian belakang. Rasa sakit itu memeluk, lalu mati rasa,” tuturnya pelan saat menceritakan pengalaman tersebut.
Sebuah refleksi pun mengalir dari peristiwa itu. “Oh, ini yang namanya melahirkan,” ujarnya. Lalu pertanyaan bergulir di benaknya: Apa yang sebenarnya diharapkan perempuan dari melahirkan? Apakah memiliki anak selalu berarti kebahagiaan dan terbebas dari kesendirian?
Dua hari sebelum operasi, perjuangan panjang telah dimulai di sebuah kamar kecil Puskesmas Masamba. Ruang itu penuh dengan berkas dan aroma obat-obatan. Ia berharap bisa melahirkan secara normal. Namun perjuangan harus terhenti di pembukaan enam, di tengah rasa sakit yang datang tanpa jeda dan napas yang semakin tidak teratur.
Kisah ini bukan hanya tentang proses medis, tetapi tentang pengalaman eksistensial seorang perempuan dalam melahirkan kehidupan. Tentang bagaimana rasa sakit, pilihan medis, dan pandangan masyarakat bertemu dalam satu ruang bernama “melahirkan," tutup Nur' Ain ibu dari Sophia Sarasvati.
Di tengah mitos dan stigma yang masih hidup, cerita seperti ini menjadi pengingat: bahwa setiap cara melahirkan adalah bentuk keberanian. Bahwa menjadi ibu tidak ditentukan oleh jalan lahir, melainkan oleh cinta yang mengiringinya sejak awal kehidupan baru itu dimulai.
( Musakkir Basri )