Lebih lanjut, Mulyadi membeberkan adanya penawaran damai dari pihak Aswin Yanuar melalui kuasa hukumnya berupa satu unit rumah di Surabaya sebagai bentuk penyelesaian perkara. Namun, tawaran itu ia tolak karena sertifikat rumah tersebut bukan atas nama Aswin Yanuar serta nilai asetnya tidak sebanding dengan kerugian yang dialami.
“Tawaran itu saya anggap tidak serius dan tidak menunjukkan itikad baik. Justru memperkuat dugaan bahwa yang bersangkutan berupaya menghindar dari tanggung jawab hukum,” tegas Mulyadi.
Ia juga mengkritik keras proses hukum di Polda Sulsel yang dinilai tidak konsisten dan tebang pilih. Dua orang terlapor dalam kasus yang sama seharusnya mendapatkan perlakuan hukum yang setara. Mulyadi bahkan menduga ada indikasi perlindungan terhadap Aswin Yanuar, mengingat statusnya sebagai pengusaha besar yang memiliki pengaruh di sejumlah proyek properti di Makassar.
Tak hanya itu, Mulyadi menyoroti seringnya terjadi pergantian Kepala Unit (Kanit) yang menangani perkara tersebut. Sejak laporan pertama kali dibuat, kasus ini telah berganti tangan sebanyak empat kali dan kini ditangani oleh AKP Firman. Pergantian berulang itu, menurutnya, menjadi faktor utama lambannya penyelesaian kasus.
“Saya sudah terlalu lama menunggu keadilan. Proses ini berlarut-larut tanpa arah yang jelas. Saya mendesak Kapolda Sulsel turun tangan langsung agar kasus ini tidak terus diperlambat dan ada keadilan yang nyata bagi korban,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Unit III Ditreskrimum Polda Sulsel belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Kanit AKP Firman hanya dibalas singkat, “Tetap kami proses.” Pernyataan itu dinilai belum cukup menjawab lambannya kinerja penyidik dalam penanganan kasus ini. (*Rz)