Selain mempertanyakan tindakan pengadilan, Agung juga menyoroti prosedur yang dijalankan oleh pihak BRI dalam proses pelelangan rumah milik Martin. Menurutnya, BRI diduga tidak pernah memberikan pemberitahuan resmi kepada debitur mengenai jumlah tunggakan utang maupun tahapan lelang yang dilakukan.
“Pak Martin mengaku tidak pernah diberitahu secara resmi berapa total utangnya, baik secara lisan maupun tertulis. Bahkan ketika beliau datang langsung ke kantor BRI untuk menanyakan hal itu, tidak pernah ada penjelasan tertulis yang diberikan. Ini kan sangat tidak terbuka,” ungkapnya.
Agung menilai, tindakan pihak BRI yang dinilai tidak transparan dan langkah pengadilan yang dianggap terburu-buru dalam mengeluarkan surat eksekusi, sama-sama telah menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Kami melihat ada kejanggalan dalam prosedur ini. BRI dan pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) seharusnya lebih hati-hati. Karena ada gugatan yang masih berjalan di pengadilan, seharusnya semua proses eksekusi ditunda dulu demi asas keadilan,” jelas Agung.
Ia menegaskan, lembaganya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan bahkan tidak menutup kemungkinan akan membawa persoalan ini ke tingkat lebih tinggi, termasuk ke pemerintah pusat.
“Kami akan jadikan kasus ini bahan evaluasi dan laporan, mungkin sampai ke Bapak Presiden nantinya. Karena kami menilai prosedur yang dijalankan tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan dan perlindungan hukum bagi masyarakat kecil,” tutup Agung. (And)

