Industri pengolahan seperti PT NICO dan PT Dewa Coco tidak hanya meningkatkan ekspor, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi lokal. “Perusahaan seperti ini harus didukung karena mereka menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa,” tambahnya.
Mentan Amran juga memuji peran Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda dan pemerintah daerah yang mendukung penuh kebijakan hilirisasi ini.
“Terima kasih kepada semua pihak di Maluku Utara, mulai dari gubernur, bupati, hingga DPRD, yang bersama-sama mendorong industrialisasi kelapa,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, Maluku Utara memiliki 158.953 hektare lahan kelapa produktif dengan produksi sekitar 1,02 miliar butir per tahun.
Sebanyak 76 persen dari produksi ini telah diserap oleh industri hilir di provinsi tersebut.
Mentan optimistis bahwa model hilirisasi di Maluku Utara dapat menjadi contoh nasional.
“Kita tidak boleh hanya menjual kopra. Ke depan, kita ekspor coconut milk, coconut chips, hingga coconut flour. Ini akan meningkatkan devisa dan menekan kemiskinan di pedesaan,” katanya.
Pemerintah juga berkomitmen untuk mendukung petani kelapa melalui penyediaan bibit unggul, pupuk, dan akses permodalan.
“Kami mendapat tambahan anggaran Rp 10 triliun untuk menyediakan bibit gratis bagi petani, termasuk di Maluku Utara,” ungkap Mentan Amran.
Ia menegaskan bahwa hilirisasi kelapa bukan sekadar soal ekspor, tetapi juga tentang membangun kemandirian ekonomi masyarakat.
“Dari Maluku Utara, kita buktikan bahwa Indonesia mampu bersaing di pasar global,” tutupnya. (*)

