“Kami sudah buat berita acara bersama pihak pertanahan. Kami menuntut dengan tegas agar dalam waktu paling lama satu minggu, sertifikat milik klien kami sudah diterbitkan. Kami tidak mau ada alasan apa pun lagi karena seluruh proses sudah terpenuhi,” tegas Maria.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan bahwa objek tanah yang dimohonkan sertifikatnya saat ini diduga telah berdiri bangunan atau aktivitas lain tanpa seizin pemilik sah. Hal itu, kata dia, berpotensi menimbulkan persoalan hukum lanjutan karena status kepemilikan tanah belum pernah dilepaskan atau dialihkan dari pihak Ishak Hamzah.
“Apabila ada objek atau bangunan yang berdiri di atas tanah milik klien kami, maka kami nyatakan itu cacat hukum. Kami belum memproses lebih jauh, tapi kami sudah bisa pastikan statusnya tidak sah secara hukum,” ujarnya.
Maria berharap, kasus keterlambatan penerbitan sertifikat ini menjadi perhatian serius bagi pihak ATR/BPN, terutama dalam upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik di bidang pertanahan. Ia menegaskan bahwa masyarakat berhak mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang telah memenuhi seluruh persyaratan administratif.
“Kami datang ke sini bukan untuk membuat kegaduhan, tapi menuntut hak hukum klien kami yang telah lama diabaikan. Sudah 15 tahun menunggu, jadi kami minta agar BPN segera menerbitkan sertifikat tanpa alasan tambahan apa pun,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi potret kecil dari problematika layanan pertanahan di Kota Makassar, di mana sejumlah warga masih mengeluhkan lamanya proses administrasi di kantor ATR/BPN. Ke depan, publik berharap agar instansi terkait dapat memperbaiki sistem pelayanan, mempercepat proses penerbitan sertifikat, serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang telah lama menunggu. (*/And)

