PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Suasana siang itu di Balai Kota Makassar terasa akrab dan penuh cerita. Sejumlah seniman, budayawan, dan pegiat seni lintas generasi duduk berbincang dengan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin. Topik mereka satu: bagaimana menghidupkan kembali Makassar Arts Forum (MAF) — wadah kreatif yang sempat mewarnai panggung seni Makassar di akhir 1990-an.
“Kalau kita mau Makassar Arts Forum dibawa kembali, dihidupkan, Pemkot Makassar pasti support. Kita memang mau kesenian dan kebudayaan menjadi satu kekuatan dan daya dorong,” ujar Munafri Arifuddin, atau Appi, dengan nada penuh semangat, Senin (3/11/2025).
Pertemuan itu dihadiri para tokoh MAF seperti Asmin Amin, Idwar Anwar, Irwan AR, Andri Prakarsa, Djamal April Kalam, Kasmuddin (Ale Deep), Dr. Asia Ramli Prapanca, Arbiansyah, dan Rusdin Tompo. Mereka datang bersama A. Makmur Burhanuddin, anggota DPRD Kota Makassar, yang ikut mendampingi rekan-rekannya seniman.
Kesenian Sebagai Identitas dan Daya Tarik Kota
Appi menuturkan, Makassar ingin dikenal bukan hanya karena kotanya yang ramai dan modern, tapi juga karena napas seninya yang hidup. Ia mengungkapkan, Pemkot telah menyiapkan Rp5 miliar untuk mendukung event seni, budaya, dan ekonomi kreatif.
“Komitmen kami, setiap bulan ada event. Kesenian dan kebudayaan harus hidup supaya orang mengenal Makassar lewat identitasnya,” kata Appi.
Ia bahkan menyinggung perlunya membangun narasi budaya yang kuat. “Coto Makassar, misalnya, bisa jadi simbol besar kalau narasinya dibangun dengan baik. Kalau kuat, bisa sampai diakui dunia—mungkin saja jadi warisan tak benda UNESCO,” ujarnya tersenyum.
Bukan Sekadar Event
Bagi Appi, Makassar Arts Forum tidak boleh berhenti di panggung dan pertunjukan. Ia ingin MAF menjadi gerakan yang melahirkan pengetahuan baru tentang budaya lokal.
“Kalau orang pakai passapu, dia tahu makna filosofis dan historisnya. Ini yang perlu kita hidupkan kembali sebagai edukasi,” ucapnya.
Ia juga mendorong MAF terlibat dalam penyusunan blue print kebudayaan Makassar, dengan melibatkan semua unsur—pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media—dalam satu model kolaborasi yang disebut penthahelix.
Seni Sebagai Ruang Damai dan Regenerasi
Salah satu inisiator MAF, Asmin Amin, mengenang bahwa forum ini dulu lahir di tengah situasi sosial politik yang menegangkan. “Kami melihat seni bisa jadi resolusi konflik dan media transformasi budaya,” tuturnya.
Rusdin Tompo, penulis dan penggiat literasi, menambahkan pentingnya kolaborasi lintas instansi. “Dinas Pariwisata bisa fokus di promosi, Dinas Kebudayaan di pelindungan nilai, dan Dinas Pendidikan di edukasi,” jelasnya.
Sementara itu, A. Makmur Burhanuddin yang oleh teman-temannya disapa Noval menilai semangat kebangkitan seni ini sejalan dengan visi-misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar. Adapun Idwar Anwar mengingatkan pentingnya regenerasi.
“Event seperti ini harus melahirkan seniman baru dari komunitas di tingkat kelurahan. Dengan begitu, atmosfer seni budaya Makassar akan terus berdenyut,” kata Idwar, yang akrab disapa Edo.
Seni yang Menyatu dengan Kehidupan
Pertemuan sore itu bukan sekadar rapat kerja atau audiensi formal. Di antara tawa ringan dan nostalgia masa lalu, terselip satu tekad bersama: mengembalikan Makassar sebagai kota yang hidup dari seninya.
Jika benar-benar terwujud, Makassar Arts Forum bukan hanya akan menjadi agenda seni, tetapi juga gerakan kebudayaan—sebuah ruang di mana kata, warna, dan bunyi kembali menyatu dengan kehidupan kota. (RL)

