PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Franky Harlindong resmi mengirim dua surat pengaduan bernomor 01/SP-FK/XI/2025 dan 02/SP-FK/XI/2025, memprotes dugaan ketidaksesuaian prosedur serta ketidakprofesionalan jaksa yang menangani berkas perkara yang sedang diproses di Unit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulsel.
“Saya hanya ingin keadilan ditegakkan, bukan diperlakukan seperti pelaku,” tegas Franky, pelapor sekaligus korban dugaan penipuan online, usai melaporkan seorang jaksa peneliti ke Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dan Komisi Kejaksaan RI (Komjak), Rabu, 05 November 2025.
Franky mempersoalkan petunjuk jaksa yang meminta penyidik menyita telepon genggam miliknya, yang ia nilai tidak relevan dan bertentangan dengan hukum acara pidana.
“HP saya bukan alat kejahatan. Itu berisi bukti yang menguatkan laporan,” tulisnya dalam surat pengaduan, Senin, 03 November 2025 lalu.
Menurutnya, petunjuk tersebut berpotensi menghambat pembuktian, mengganggu rasa aman korban, serta merusak kepercayaan publik terhadap objektivitas aparat penegak hukum.
Ia menilai tindakan tersebut melampaui kewenangan dan bertentangan dengan Kode Perilaku Jaksa (PER-014/A/JA/11/2012).
Dalam suratnya ke Komisi Kejaksaan (Komjak), Franky merinci dasar hukum keberatan, termasuk Pasal 14 huruf b KUHAP dan Pasal 110 ayat (2)–(3), yang menurutnya membatasi kewenangan jaksa pada penyempurnaan penyidikan, bukan mengarahkan penyitaan barang milik pelapor.
Jika penyitaan dianggap perlu, ia menegaskan harus ada dasar hukum dan surat perintah resmi, bukan sekadar petunjuk administratif.
Franky juga mengutip Pasal 8 ayat (2) UU Kejaksaan yang mewajibkan jaksa menjunjung tinggi keadilan dan menghindari penyalahgunaan wewenang. Ia menekankan penyitaan tanpa urgensi kuat berpotensi melanggar privasi korban.
Ia meminta Jaksa Agung Muda Pengawas (Jamwas) dan Komjak melakukan verifikasi, pemeriksaan etik, hingga menjatuhkan sanksi bila ditemukan pelanggaran, serta memberikan perlindungan agar ia tidak mengalami tekanan selama proses hukum.
“Saya percaya Komisi Kejaksaan akan objektif dan profesional,” ujarnya.
Kasus dugaan penipuan online yang dilaporkannya kini dalam tahap penyidikan Subdit Cybercrime Polda Sulsel. Penyidik telah memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti digital.
Namun, arahan penyitaan HP pelapor disebut menjadi hambatan, karena perangkat itu menyimpan bukti percakapan dan transaksi dengan terlapor.
Franky menyebut petunjuk penyitaan itu berasal dari jaksa peneliti, sehingga ia memilih melapor untuk memastikan proses berjalan transparan tanpa intervensi.
“Korban harusnya dilindungi, bukan diperlakukan seolah tersangka,” tutup Franky. (Hdr)

