“Dalam banyak kasus, hakim menolak permohonan jika tidak terbukti keadilan atau terdapat potensi ketidakbahagiaan rumah tangga,” ungkap Ketua Pengadilan Agama Polewali tahun 2020 tersebut.
Berkaitan dengan prinsip keadilan, Dewiati menyebutkan, menurut hukum Indonesia, dalam konteks hukum nasional lebih bersifat administratif dan rasional. Yakni meliputi, suami harus mendapat izin pengadilan, harus ada alasan yang sah, harus mendapat persetujuan istri, dan harus menjamin hak-hak istri dan anak.
Tetapi dalam praktiknya, imbuh Ketua Pengadilan Agama Sengkang tahun 2022 itu, Pengadilan Agama sering menolak permohonan izin poligami jika tidak terpenuhi syarat keadilan, persetujuan istri, atau kemampuan ekonomi.
“Hal ini menunjukkan, Pengadilan Agama tidak hanya menjalankan hukum secara tekstual, tetapi juga mempertimbangkan aspek moral dan sosial,” ujar ibu tiga anak kelahiran Polewali Mandar 17 Januari 1972 yang mulai menjabat Ketua Pengadilan Agama Bangkalan tahun 2024 tersebut.
Alumni S-1 Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar dan Universitas Islam Jakarta tersebut menyimpulkan, kewenangan Pengadilan Agama dalam izin poligami didasarkan pada UU, Kitab Hukum Islam (KHI), dan UU Peradilan Agama. Prinsip keadilan merupakan inti dari pengaturan poligami, baik dalam hukum Islam maupun dalam hukum nasional.
Pengadilan Agama berperan penting dalam menjaga keseimbangan antara hak suami untuk berpoligami dan perlindungan terhadap hak-hak istri.
“Implementasi prinsip keadilan masih menghadapi kendala subjektivitas dan interpretasi hakim, namun pada dasarnya sejalan dengan tujuan hukum Islam dan hukum nasional; mewujudkan kemaslahatan dan keadilan dalam keluarga,” ujar Dewiati, SH.,MH., waktu dia awali kariernya sebagai Kepala Urusan Kepegawaian Agama Maros pada tahun 2002.
Bertindak sebagai pembicara kunci (keynote speaker) dalam seminar itu Kepala Program Studi Hukum Pidana Islam Dr. Vicky Izza el Rahma, M.Th.I, Kepala Program Studi Hukum Pidana Islam Dr. Vicky Izza el Rahma, M.Th.I, (mda).

