“Mulai dari definisi dan tugas advokat, syarat menjadi advokat, sumpah profesi, organisasi, kode etik, sampai sanksi pidana, semuanya diatur di undang-undang itu. Yang lulus harus betul-betul memahami apa arti menjadi advokat,” tuturnya.
Tak hanya soal undang-undang, para peserta juga berhadapan dengan berbagai materi berat: Hukum Acara Perdata, Pidana, Peradilan Agama, Hubungan Industrial, Peradilan Tata Usaha Negara, hingga esai Hukum Acara Perdata yang menguji logika, ketelitian, dan nalar keadilan.
Di balik ketegasan sistem seleksi ini, PERADI juga terus membangun jalur pendidikan profesi yang kokoh. Ketua Umum DPN PERADI, Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH, MM, telah membentuk Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI) yang menaungi PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat).
“PKPA bertanggung jawab atas pendidikan khusus calon advokat sekaligus pendidikan hukum berkelanjutan bagi advokat yang sudah berpraktik. Ini ikhtiar kami menjaga kualitas profesi dari hulu ke hilir,” kata Harris.
Menjelang siang, satu per satu peserta mulai meninggalkan ruang ujian. Wajah-wajah tegang perlahan berubah menjadi lega, meski masih dibalut tanda tanya tentang hasil. Ada yang tersenyum kecil, ada yang termenung, ada pula yang langsung mengirim kabar pada keluarga.
Di hari itu, UPA bukan sekadar ujian tertulis. Ia menjadi perlintasan mimpi ribuan orang yang ingin berdiri di garis depan penegakan keadilan. Dari ruang-ruang hening di Fakultas Hukum UGM dan ratusan lokasi lainnya di seluruh Indonesia, lahirlah harapan baru bagi masa depan profesi advokat. (ab)

