Jejak Makassar dari Prancis, Pulang Lewat Sebuah Buku

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Minggu siang, 14 Desember 2025, hujan tipis seolah menahan diri untuk tidak jatuh terlalu deras. Di salah satu ruang Sunachi Suki Restaurant, Hotel Claro Makassar, sejarah tidak sekadar dibicarakan—ia dipanggil pulang.

Lewat diskusi buku Sejarah Kerajaan Makassar: Discription Historiqur di Royume de Macacar, karya Nicolas Garvaise, para pencinta sejarah, akademisi, dan pegiat budaya, politisi dan wartawan berkumpul. Bukan sekadar membedah isi buku, tetapi menyusuri ulang identitas Makassar yang pernah berdiri sebagai kerajaan besar di Nusantara pada abad ke-17.

Di hadapan hadirin, Prof. Dr. H. Mardi Adi Armin, M.Hum—Guru Besar Filsafat Bahasa Universitas Hasanuddin sekaligus penerjemah buku—bercerita bukan dengan nada akademik yang kaku, melainkan seperti seorang anak kampung yang sedang membuka peti tua berisi kenangan leluhur.

“Buku ini pertama kali ditulis Nicolas Garvaise pada abad ke-17, dan saya terjemahkan berasal dari edisi bahasa Prancis tahun 2022 ,” tutur Prof. Mardi. Ketertarikannya sederhana namun mendalam: Makassar harus membaca kisahnya sendiri.

Enam bulan waktu dihabiskan untuk menerjemahkan buku ini. Ia bahkan menelusuri jejak pewaris Garvaise, memastikan karya tersebut aman diterjemahkan. Informasi yang diperolehnya menenangkan: buku yang telah berusia lebih dari 50 tahun bebas dialihbahasakan. Maka terjemahan itu dipersembahkan sepenuhnya untuk masyarakat Makassar.

Dalam buku Garvaise, Makassar digambarkan sebagai simpul dunia—pelabuhan besar yang ramai oleh orang asing, tempat agama, budaya, dan kepentingan bertemu. Tercatat, dua utusan pernah datang membawa ajaran Islam: dua perwira, satu menuju Aceh, satu lagi ke Malaka. Sejarah mencatat, siapa yang datang lebih dulu, itulah yang dianut. Islam tiba lebih awal, dan menetap.

Ada pula kisah tentang bangsawan Makassar: gelar Daeng, Karaeng, dan Lolo. Awalnya, Daeng adalah gelar tertinggi, sebelum kemudian Karaeng menempati posisi paling atas. Buku ini juga mencatat cerita pilu sekaligus membanggakan—anak bangsawan Makassar, Daeng Lolo dan Daeng Manurung anak dari Daeng Mangalle, dibawa ke Portugis dan dirawat sebagai anak bangsawan di sana. Sebuah isyarat bahwa Makassar pernah begitu diperhitungkan.

Baca juga :  Jalin Ukhuwah Wujudkan Sinergi Membangun Negeri, Kapolres AKBP Yudi Frianto Hadiri Tablik Akbar

Sejarawan muda, Ady Akbar Ilyas, menyebut buku ini sebagai “simpul sejarah.” Baginya, Garvaise tidak hanya menulis tentang raja-raja Gowa yang menikah lintas budaya, tetapi juga mengisahkan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511, gelombang pengungsian orang Melayu, hingga kuliner Makassar yang sejak dulu terbuka pada pengaruh luar.

“Makassar bukan menuju kota dunia,” kata Ady, “tetapi kembali ke kota dunia.” Bukti paling nyata adalah kehadiran orang-orang dari berbagai bangsa sejak ratusan tahun silam.

Menariknya, diskusi juga mengungkap fakta bahwa gelar “Andi” yang kini dikenal luas justru merupakan pemberian Belanda. Bahkan hingga 1906, Kerajaan Gowa masih menggunakan gelar Daeng. Sejarah, sekali lagi, mengajarkan bahwa identitas tak pernah beku—ia bergerak mengikuti zaman.

Ketua DPRD Makassar, Anwar Faruq, S.Kom, dalam sambutan pembukaannya mengaku bangga bisa hadir. “Aura kebesaran Sulawesi Selatan terasa di ruangan ini,” ucapnya. Ia menyinggung bahwa banyak arsip sejarah Makassar dan Bone justru tersimpan di luar negeri. Pemerintah daerah, katanya, berkomitmen mendukung upaya menggali kembali sejarah kota.

Ia menanggapi permintaan Prof. Mardi agar bahasa dan aksara lontara dibudayakan kembali. Anwar Faruq menyatakan siap menjembatani ke Wali Kota Makassar, bahkan membuka peluang penggunaan bahasa lontara di sekolah dasar dan menengah. “Bandara pun seharusnya bertuliskan lontara, agar kita tahu sedang berada di mana,” kata Prof. Mardi—sebuah kalimat sederhana, namun menghunjam.

Sementara itu, Rahman Rumaday, Founder Komunitas Anak Pelangi (K-apel) dan Kampus Lorong K-apel, menyebut diskusi ini sebagai bagian dari agenda panjang merawat ingatan kolektif, meski pelaksanaannya baru bisa terlaksana di bulan Desember.

" Bagusnya buku yang diterjemahkan oleh Prof. Mardy, terkoneksi dengan beberapa buku seperti Buku Arupalakka ," ujar Dahlan Abubakar, penulis buku dan wartawan Pedoman Rakyat.co.id.

Baca juga :  Pangdam III/Slw Tutup Secara Resmi Kegiatan AKS di Garut

Diskusi dipandu Arwan D Awing, Direktur Bugis Pos Grup, yang menyebut buku ini sebagai karya pertama yang secara khusus membahas sejarah Makassar dari sudut pandang penulis asing abad ke-17.

Ada catatan singkat yang disampaikan moderator sebelum menutup diskusi, yakni perlu pelestarian bahasa daerah ," siapa itu Daeng Mangalle " , Makassar kembali ke kota dunia dan " jangan tinggalkan kami Pak Dewan "

Di akhir acara, tak ada tepuk tangan yang berlebihan. Yang tersisa justru keheningan singkat—sejenis jeda batin—seolah setiap orang sedang berbincang dengan masa lalu masing-masing.

Lewat buku ini, Makassar seperti bercermin: melihat dirinya sebagai kerajaan besar, pelabuhan dunia, dan ruang pertemuan peradaban. Sejarah yang lama tersimpan di Prancis, akhirnya pulang—dalam bahasa yang bisa dipahami oleh anak-anaknya sendiri. (Ardhy M Basir)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Personel Polsek Ujung Tanah Turun ke Masyarakat dan Berikan Imbauan Agar Tidak Nyalakan Kembang Api dan Bunyikan Petasan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Menjelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru), Polres Pelabuhan Makassar semakin mengintensifkan upaya...

Polsek Wajo Gencarkan KRYD Jelang Nataru, Bubarkan Sekelompok Warga Sementara Pesta Miras di Pinggir Jalan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Komitmen menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru)...

Menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, Polres Pelabuhan Makassar Intensifkan Patroli dan Pengamanan di Sejumlah Gereja

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Menjelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru), Polres Pelabuhan Makassar mengintensifkan patroli dan...

Dampingi Menhan RI, Pangdam XIV/Hasanuddin Dorong Desa Jadi Pilar Kekuatan Bangsa

PEDOMANRAKYAT, GOWA Menteri Pertahanan RI Jenderal TNI (Purn) Dr. Sjafrie Sjamsoeddin, M.B.A., didampingi Pangdam XIV/Hasanuddin Mayjen TNI Bangun...