PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Kantor Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan menggelar konferensi pers untuk merilis kinerja APBN regional Sulawesi Selatan sampai dengan 31 Maret 2024. Senin (29/04/2024) di GKN Makassar, dan via Live Youtube melalui tautan.id/APBNSulsel2024.
Hadir dalam kegiatan ini sebagai pemateri adalah, Kepala Kanwil DJPb Sulsel, Supendi, Kepala Bidang DP3, Kanwil DJP Sulselbartra, Soebagio, Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Kanwil DJBC Sulbagsel, Zaeni Rokhman, dan Kepala Seksi Informasi, Kanwil DJKN Sulseltrabar, Bertua. Tampil selaku moderator, Widyaiswara Madya BDK Makassar, Heru Cahyono.
Dalam arahannya, Kepala Kanwil DJPb Sulsel, Supendi, mengungkapkan, Ekonomi Indonesia hingga Triwulan I 2024 diperkirakan tumbuh kuat, didorong kuatnya permintaan domestik yang berasal dari belanja negara dan aktivitas terkait pemilu, kenaikan gaji ASN serta pencairan THR. Padaregional Sulawesi Selatan, ekonomit umbuh sebesar 4,51% (yoy).
Sedangkan tingkat Inflasi Sulawesi Selatan pada Maret 2024 masih terkendali sebesar 2,75 % (yoy), berada pada rentang sasaran 3%+1, sedikit menurun dibandingkan tingkat inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,93 % (yoy). Tingkat inflasi month-to-month (m to m) sebesar 0,38 % dan tingkat inflasi year to date (ytd) sebesar 1,05 %.
Menurutnya, Inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Sidenreng Rappang sebesar 4,69 % dan terendah terjadi di Bulukumba sebesar 2,18 %. Hal ini utamanya disebabkan kenaikan harga pada kelompok pengeluaran, antara lain yang paling besar adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 6,03 %, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 2,43 %, dan kelompok kesehatan sebesar 2,25 %.
Dalam hal Ekspor–Impor Supendi mengatakan, beberapa komoditas seperti Nickle Matte, Ferro-Nickle, Rumput Laut, Kerajinan dan Semen dan Pakan Ternak menjadi penyumbang terbesar untuk Ekspor, dimana negara tujuan ekspor terbesar adalah Jepang, Cina, Australia, USA, dan Taiwan. Dari sisi Impor, komoditas penyumbang terbesar antara lain Gandum, BBM, Bungkil, Gula dan Kokas Batubara dengan negara impor terbesar dari Cina, Australia, Singapura, Thailand, dan Brazil.
“Untuk Neraca Perdagangan Maret 2024 surplus sebesar 54,93 Juta US$,” jelas Supendi.
Lanjut Kepala Kanwil DJPb Sulsel ini, nilai ekspor tercatat 145,95 Juta US$, terkontraksi -25,93% (yoy), sementara nilai impor tercatat 91,02 Juta US$, meningkat 9,35% (yoy).
Untuk Kinerja APBN Anging Mammiri, Pendapatan APBN Sulsel hingga 31 Maret 2024 mencapai Rp3,59 Triliun atau 21,49% dari target, meningkat sebesar 1,32% (yoy). Belanja APBN Sulsel sampai dengan 31 Maret 2024 mencapai Rp 11,93 Triliun atau 21,92% dari pagu, meningkat sebesar 18,24% (yoy).
“Kinerja APBN Sulsel tetap solid dalam menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat berlanjut,” ucapnya.
Lain lagi pada Penerimaan Pajak Negara, menurut Supendi, kinerja penerimaan pajak sampai dengan 31 Maret 2024 mencapai Rp2,7 Triliun atau 19,51% dari target tahun 2024 sebesar Rp13,89 Triliun, menurun-4,02% (yoy).
“Mayoritas jenis pajak utama mengalami pertumbuhan negatif disebabkan aktivitas ekonomi yang melambat pada sektor konstruksi dan pertambangan, serta turunnya beberapa komoditas seperti nikel dan kelapa sawit,” katanya.
Pada penyampaian SPT tahunan, ada Sebanyak 452.262 orang wajib pajak telah melaporkan SPT tahunan pada tahun 2024, meningkat 12,91% dibanding tahun sebelumnya, yang terdiri dari 441.151 SPT Tahunan Orang Pribadi dan 11.111 SPT Tahunan Badan, beber Kepala Kanwil DJPb Sulsel, Supendi.
Selanjutnya, tampil sebagai pemateri Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Kanwil DJBC Sulbagsel, Zaeni Rokhman menerangkan, pada Bea Cukai, penerimaan Kepabeanan dan Cukai Sulawesi Selatan sampai 31 Maret 2024 mencapai Rp111,12 Miliar atau 26,07% dari target tahun 2024 sebesar Rp426,18 Miliar. Capaian penerimaan ini ditopang oleh peningkatan penerimaan Bea Masuk yang signifikan sebesar 113,6% (yoy) akibat pertumbuhan impor bayar yang melonjak tajam, dan peningkatan Bea Keluar sebesar 13,7% yang berasal dari komoditi kakao.
Sebaliknya kata Zaeni, penerimaan Cukai tumbuh negatif 16,02% (yoy) selaras dengan produksi hasil tembakau (rokok) yang terkoreksi 24,02% (yoy). Hal ini disebabkan adanya penyesuaian tarif cukai pada tahun 2024. Kebijakan kenaikan tarif cukai HT Tahun 2024 berhasil menekan konsumsi rokok di Sulawesi Selatan sehingga dapat mengurangi eksternalitas negatif dari konsumsi rokok dan mengurangi biaya kesehatan masyarakat.