Denyut Kehidupan di Car Free Day: (4) Aroma Subuh di Balik Kue Tradisional Ibu Vika

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh: A. Devi Kukira Mahasiswa Prodi Akuntansi FEB/Magang ‘identitas’

Udara subuh di kawasan Boulevard Makassar masih lembap ketika langkah-langkah kecil terdengar di antara deretan tenda yang baru dibuka. Pada salah satu sudut Car Free Day (CFD), seorang perempuan berkerudung sederhana tengah menata jualannya. Ada barongko, katirisala, sikaporo, dan masih banyak lainnya. Semuanya tersusun rapi di wadah plastik bening. Siap menyambut dan menarik perhatian siapa pun yang melintas. Perempuan itu, Ibu Vika. Pedagang kue tradisional yang sudah tiga tahun berjualan di tempat itu. “Kalau di sini, lewat jam enam sudah tidak bisa mobil masuk,” ujarnya sambil tersenyum.

Tak ada lagi aktivitas membungkus atau mengukus kue di pagi itu. Semuanya telah disiapkan pada malam dari tadi. Selepas magrib, dapur rumahnya di Jalan Ujung Pandang Baru hidup dengan kesibukan. Adonan pisang yang dihaluskan, gula merah yang dilelehkan, dan berbagai wadah, dipersiapkan untuk membungkus. Saat kebanyakan orang mulai terlelap, Ibu Vika justru baru memulai “pertempuran”-nya di dapur. Memastikan setiap kue matang tepat waktu agar bisa dibawa ke lokasi subuh hari.

Setiap Minggu subuh, ia berangkat bersama suaminya. Mereka berpencar di dua tenant berbeda. Menjual jenis kue yang sama agar bisa menjangkau lebih banyak pembeli. Trik pemasaran bisnis yang bagus juga. “Dibagi, biar sama-sama dapat pembeli,” katanya ringan.

Sudah sepuluh tahun Ibu Vika menekuni usaha ini. Kemahirannya membuat kue sudah lebih dari lima belas tahun ia pelajari dan turun dari sang ibu. Rutinitas itu telah menjadi bagian dari hidupnya, nyaris tanpa jeda, dari pasar tradisional hingga kini ke jalanan Car Free Day.
Sebelum pindah ke Boulevard, Ibu Vika menghabiskan hari-harinya di Pasar Sentral Makassar. Di sana ia berjualan setiap hari. Dari Senin sampai Sabtu. Sementara Minggu ia khususkan untuk Car Free Day. Agaknya, tidak ada hari yang terlewatkan demi mengais rezeki.
Pergeseran tempat berjualan bukan sekadar strategi mencari ramai, melainkan juga bentuk penyesuaian dengan ritme hidup baru. Car Free Day ramai orang berolahraga. Banyak juga yang mencari kue tradisional,” ujarnya sambil melayani pembeli yang datang silih berganti.

Baca juga :  Berkat Tekad dan Doa, Tukang Jahit di Wajo Wujudkan Impian Berhaji Setelah 15 Tahun Menabung

Kue tradisional yang dijualnya bukan sekadar dagangan. Ia percaya kue adalah bagian dari identitas budaya. Di tengah maraknya makanan kekinian, Ibu Vika memilih bertahan dengan rasa yang turun-temurun. Ia yakin, keaslian rasa adalah hal yang membuat kue tradisional tak lekang oleh waktu. “Yang membuat kue tradisional tetap dicari orang adalah keseimbangan rasa dan kesederhanaan bahan. Yang penting rasanya pas dan bersih,” ujarnya pelan.

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

SMAN 3 Selayar Matangkan Persiapan Tes Kompetensi Akademik 2025

PEDOMANRAKYAT, SELAYAR — UPT SMAN 3 Kepulauan Selayar tengah mematangkan persiapan menghadapi pelaksanaan Tes Kompetensi Akademik (TKA) tahun...

WP Diringkus Resmob Polres Soppeng Setelah Melakukan Aksi Pencurian di 30 TKP

PEDOMAN RAKYAT,SOPPENG - Setelah melakukan aksi pencurian di 30 Tempat Kejadian Perkara (TKP) , lelaki WP (23) akhirnya...

Tim Bapanas Dan KaSatgas Pangan Polda Sulsel Kunker di Soppeng 

PEDOMANRAKYAT, SOPPENG – Direktur Pengawasan Penerapan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) , Brigjen Pol...

Koramil 1408-09/Tamalate Gelar Patroli Bersama, Wujud Nyata Sinergi TNI dan Masyarakat Jaga Kamtibmas

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Dalam semangat menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, Koramil 1408-09/Tamalate menggelar apel gabungan dan patroli bersama...